Kamis, 16 Agustus 2012

Utang Cimol Part 4

di 04.59



“Itu tidak mungkin karena aku begitu membencinya”
                Entah sudah berapa lama barisan kalimat itu berjalan di benak Sachy seperti papan nama yang bergerak dengan kalimat sama dan berulang-ulang. Namun perbedaannya adalah jika pada papan nama kalimatnya hanya sebuah barisan kata tapi kalimat yang terus mengisi kepalanya hingga membuatnya serasa akan meledak itu mengeluarkan suara dan terus berdengung-dengung di telinganya.
                Arggtttt. Sachy berteriak sekeras-kerasnya, hingga gema suaranya memantul di paflon dan sudut-sudut dinding kamarnya yang dingin karena kesan warna abu-abu yang mendominasi tiap nafas di dalam ruangnya.
                Sachy menatap wajahnya di pantulan cermin besar, tangannya mengepal meja cermin dan tangan satunya dia tekan sekuat-kuatnya pada dinding yang ada di samping cermin. Kepada cermin yang bisu, Sachy bertanya seolah dia akan mati tercekik rasa penasaran, “Kenapa?” Sebuah tanda tanya besar menggantung menandakan bahwa dia butuh alasan. Ya alasan! Tatapan mata tajam itu, kebencian yang tersirat di balik semua tatapannya, ucapannya, di balik semua itu pasti ada alasannya! Alasan itu akan sangat berguna untuk menjawab pertanyaan sekaligus menghilangkan rasa penasarannya.
                “Apa salahku?”
                                                                                                ***
                “Hari ini apa schedule-ku?”Sachy bertanya kepada Tere yang sedang duduk santai didepan balkon apartemennya sambil menyeruput secangkir teh yang tadi dibuatnya sendiri. Apartemen Sachy memang seperti rumah ke dua bagi Tere, begitupun sebaliknya rumah Tere adalah tempat pelarian nomor satu bagi Sachy. Jika dia sedang suntuk, banyak masalah, ataupun kelelahan rumah Tere yang penuh dengan kesan alami dan berhawa pegunungan adalah tempat yang sangat tepat untuk menghilangkan semua aura negatif yang ada di dalam tubuhnya.
                “Hm...” Tere mengeceknya lewat Ipad yang khusus untuk menulis schedule Sachy dari pagi hingga malam, dari hari senin sampai minggu, dan dari tanggal 1 sampai tanggal 30 atau 31 (tanggal 28/29 khusus untuk Febuari). Semua tertata rapi di tangan Tere.
                “Hari ini kau ada janji dengan seorang Produser yang katanya ingin memakai kau sebagai model iklan di produk utama mereka. Jam 10 di Restaurant Green Garden.” Jawab Tere sambil menyeruput tehnya yang masih berkebul.
                “Besok?” Tanya Sachy lagi, sepertinya dia ingin mencari waktu yang kosong untuknya.
                “Tidak ada, kenapa?”
                “Besoknya lagi?.” Sachy tidak menjawab pertanyaan Manajernya, entah mengapa pagi ini Sachy bersikap aneh, bahkan dia belum mengeluarkan senyumnya sedikitpun.
                “Ada pertemuan di Hotel Rizt, setelah itu ada jadwal talk show dan kau jadi bintang tamu, malamnya kita ada janji di sebuah Caffe.” Tere belum sempat bertanya lagi karena tidak langsung dia dipaksa untuk memfokuskan perhatiannya pada IPad yang ada di pegangan tangannya.
“Dalam minggu ini..tidak! maksudku dalam sebulan ini kapan aku punya waktu kosong?.”Tere tidak tahan, kini Tere melepaskan pegangan Ipadnya dan menaruhnya di meja, dia lalu mengalihkan perhatiannya ke wajah Sachy, dan bertanya dengan penasaran,
“Sebenarnya apa yang akan kau lakukan? Baru kali ini kau peduli tentang schedulemu dan baru hari ini kau bertanya kapan punya waktu kosong.Pertama kali ini juga aku merasa kau begitu cerewet. Katakan padaku apa yang ada di pikiranmu.” Tere merasa ada yang menganggu hari-hari Sachy akhir-akhir ini, dia melihat Sachy tidak punya semangat dan dia berubah menjadi sedikit pendiam.
Sachy tidak menjawab pertanyaan Tere dia malah berdiri dan berjalan membelakangi Tere. Dia berhenti tidak begitu jauh dari tempat Tere, untuk beberapa saat Sachy hanya diam. Tatapannya menuju pada bunga-bunga yang sedang mekar, namun sebenarnya benaknya tertuju jauh pada seorang manusia yang diapun tidak tahu kenapa dia begitu memikirnya.
Butuh waktu 5 menit, Sachy akhirnya berbalik lagi dia menatap Manajernya yang sudah dianggap seperti Kakaknya sendiri dengan tatapan hangat. Dia tentu saja akan berbagi cerita dengannya.
“Tere..mulai sekarang aku ingin setiap hari kosongku aku gunakan untuk pergi ke sekolah. Tidak peduli dengan waktu istirahatku, aku akan rajin berangkat sekolah. Kalau perlu aku rela menolak beberapa tawaran.” Sachy mengatakan itu dengan penuh ketenangan dia tidak peduli dengan Tere yang bahkan sampai membuka mulutnya lebar-lebar saking terkejutnya dengan ucapan Sachy barusan.
Sachy membalikkan badannya lagi, membiarkan Tere hanya menatap punggungnya karena tidak ingin Tere melihat wajahnya yang menggambarkan keruwetan yang ada di benaknya, dengan nada dan intonasi yang tetap, Sachy melanjutkan lagi ;
“Aku ada urusan disana dan aku ingin menyelesaikannya. Sebagai seseorang yang sudah kuanggap kakakku sendiri, maukah kau membantuku Tere?”.
                                                                                ***
“Namanya Putri Naila. Kelasnya adalah kelas 12 IPS A-I, dia tidak begitu punya banyak teman, dia bisa sekolah di SMA Nusa Bangsa karena beasiswa, ayahnya sudah meninggal dan ibunya bekerja sebagai..” Tere sedikit memanyunkan mulutnya, Sachy meliriknya seolah menyuruhnya untuk membacakan saja tidak perlu berkomentar apa-apa, “ Tukang loundry. Ah ini kau baca saja sendiri, ada nomor telponnya dan alamat rumahnya juga.” Tere sepertinya sangat tidak suka dengan Nala, dia melempar kertas yang berisi biodata dan keterangan-keterangan tentang sosok Nala yang dia dapatkan dari seorang pesuruhnya dan dia juga melakukan itu karena di suruh oleh Sachy.
“Baik, makasih yah.” Sachy pun tidak mempermasalahkannya yang penting dia telah mendapatkan kertas ini, dia menepuk bahu Tere seolah dia sangat berterimakasih sekali kepadanya, butuh waktu lama Tere menyetujui permintaannya tapi dia percaya sejahat-jahatnya Tere tidak mungkin dia tidak mau membantunya.
“Aku berangkat dulu. Dah..dahh..”Kini semangat Sachy telah pulih kembali, dia berjalan dengan riang karena Tere mau membatalkan semua jadwalnya demi dia agar dia tidak kelelahan.
“Apakah ini begitu penting bagimu? Apakah kau harus melakukan semua ini?.” Tiba-tiba Tere berkata dengan keras, sebenarnya dia tidak ikhlas membantu Sachy, semua ini dia lakukan karena TERPAKSA, dia dipaksa menggunakan wajah Sachy yang Tere tidak kuat melihatnya.
Sachypun berbalik dan dia hanya mengangguk dengan tidak ketinggalan senyum dan wajah imutnya yang terlihat sangat polos. Sebenarnya itu hanya kiasan, jika Tere paham bahwa arti yang sesungguhnya adalah tidak ada yang bisa Sachy lakukan selain ini alias ini adalah jalan satu-satunya.        Setelah itu Sachy pun melanjutkan lagi langkah riangnya dan tidak beberapa lama dia sudah hilang dengan mobil sport putihnya.
Tere hanya menghela nafas melihat semua itu.
                                                                                ***
Seperti biasa seisi sekolah geger dan heboh dengan kedatangan Sachy. Sachy hanya membalasnya dengan senyuman dan tangan yang melambai-lambai sambil mengatakan 3 huruf singkat, H-A-I. Di balik sesaknya manusia yang mengkerumuninya, Sachy sempat-sempatnya sibuk menatap sekeliling, dia mencari seorang gadis, siapa lagi jika bukan Nala.
Namun hingga dia sampai di depan pintu kelasnya, sosok gadis itu tidak berhasil dia temukan. Sachy cemberut, nanti jam istirahat dia harus bertemu dengannya. Harus!.
                                                                                ***
“Dasar cewek sok cantik, dengan PDnya mengatakan ‘itu tidak mungkin karena aku begitu membencinya!’ Cuih! Emang elo siapa? Hellooooo...elo bukan seorang putri, artis, atau anak orang kaya, elo cuma anak tukang cuci. Elo gak pantes ngomong gitu sama Kak-Sachy-kami-yang-ganteng, jadi ngaca dong!.” Nadia tak henti-hentinya mengintimidasi Nala, seisi sekolah marah kepada Nala karena ucapan Nala kemarin kepada pada wartawan-wartawan. Nala hanya diam tapi bukan berarti dia tidak marah, saking marahnya dia sampai tidak bisa berkata apa-apa apalagi membalasnya.
“Emang kenapa kalau jadi anak tukang cuci?.” Seisi kelas sontak terkejut dengan suara yang barusan muncul. Mereka menoleh dan mulut mereka langsung membuka lebar. “Apa bedanya dia dengan aku, kita sama-sama makan nasi jadi dia pantas saja mengatakan hal seperti itu.” Lanjut Sachy. Semua mata langsung membesar, mereka tidak menyangka Sachy akan datang apalagi Nadia. Tiba-tiba saja Nadia merasa keringat dingin keluar dari tubuhnya, dia gemetaran saat Sachy mendekat ke arahnya.
“Sebagai seorang cewek, menurutku kamu gak pantas berbicara seperti itu. Apa kamu seorang Putri, kamu artis? Seberapa kaya dirimu ? apakah kamu menjadi orang paling kaya di sekolah ini? Dan..aku kasih satu nasehat kepadamu, jika kamu tidak segera mengubah cara berbicaramu, aku yakin gak ada laki-laki yang mau sama kamu.” Sachy mengatakan itu tepat di depan wajah Nadia, tepat di depan semua orang dan itu membuat Nadia benar-benar kalah sekarang. Nadia seolah sudah di lempar jauh bahkan sampai ke Kutub Utara.
“Buat semuanya dengarkan penjelasanku baik-baik.” Sachy berdiri di depan semua teman-temannya, dengan keberanian yang penuh dia mengatakan, “Semua ini salahku. Aku yang memanfaatkan Nala demi kepentingan diriku sendiri. Saat itu tidak ada cara lain yang terlintas di benakku untuk menyelamatkan diri. Aku yang menarik Nala dan mengatakan hal yang bohong kepada kalian semua. Jadi sekarang secara resmi aku meminta maaf kepada teman-teman semua terutama kepada Nala.” Saat mengatakan hal itu Sachy sengaja mengalihkan matanya ke arah Nala, tapi Nala hanya membuang muka.
“Jadi aku mohon kepada kalian semua, jangan pernah mengatakan hal-hal kasar lagi kepada Nala, apalagi sampai mengintimidasinya. Buat kalian yang mau menuruti permintaanku, aku ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.”Ucapan itu dikatakan Sachy dengan sepenuh hati, barisan kalimat itu telah dipersiapkannya. Tapi rencananya dia ingin mengatakan hal itu di tengah lapangan jika perlu, tapi saat dia ingin mencari Nala di kelasnya dia tidak sengaja mendengar semua ucapan Nadia yang sangat kasar kepada Nala, seketika itu dia langsung marah, dan kemarahannya sampai ke ubun-ubunya hingga akhirnya dia tidak tahan dan dengan reflek dia melakukan ini semua.
                                                                                ***
“Jangan harap kamu mendapatkan ucapan terimakasih dariku.” Nala menatap dengan dingin kepada Sachy yang padahal sudah sabar menunggunya selama satu jam dari bel pulang sekolah berkumandang.
Sachy menelan ludahnya, dia tahu ini yang akan terjadi. Gadis itu masih tidak mau memaafkannya.
Sachy mendekat ke arah Nala, membuat Nala reflek mundur beberapa langkah. Nala mendelikkan matanya, “Heii..kamu..”Nala tidak bisa berkata dengan baik karena Sachy yang terus mendekat kearahnya sampai dia membentur tembok. Sekilas Nala meringis kesakitan.
Kini mata mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat. Sachy pun meletakkan telepak tangannya di tembok samping wajah Nala, membuat Nala reflek menjadi salah tingkah dan gugup. Untung sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat mereka berdua.
“Sebenarnya apa sih salah aku? Kenapa kamu begitu membenciku? Apa utang cimol kemarin menjadi dendam yang sangat besar bagimu, atau aku pernah berkata kasar padamu, atau aku pernah melukai atau menyakitimu tanpa aku sadari, atau...”Sachy ragu sejenak, dia menatap lembut ke dalam mata Nala, “Apa aku pernah menolakmu?.”
Nala membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Dia mendorong kuat dada Sachy dan mendorongnya jauh-jauh dari tubuhnya.
“Heii.. apa pedulimu dengan kebencianku? Apa kebencianku itu berdampak buat hidupmu, apa kebencianku membuat ketenaranmu sedikit berkurang, atau kau kehilangan beberapa uangmu?!. Hidupku di sekolah sudah cukup menderita, jadi aku harap kau tidak tega menambahkan penderitaan lagi kepadaku, menjauh dariku dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku!!.”Teriak Nala yang tidak bisa menahan emosinya. Nampaknya Nala melampiaskan semua kemarahannya yang sudah dari tadi dia pendam kepada Sachy.
Sebelum pergi meninggalkan Sachy, Nala memberikan cendera mata kepada Sachy. Dia menginjak kaki Sachy dengan keras, dan dia tidak peduli Sachy yang berteriak kesakitan sambil memegangi sepatunya yang tadi diinjak Nala.
“Kau menolakku?? Hah..Kepercayaan dirimu rupanya telah diambang batas, Sachy Saldheves!!”Setelah mengatakan itu Nala berlalu dan dia tidak sekali-kali menoleh ke arah Sachy.
                                                                                ***
Apa Sachy dengan mudah menyerah begitu saja?. Tentu saja tidak. Sachy adalah tipe orang yang tidak mudah putus asa.
Semakin Nala membencinya dan terus menolak memaafkan kesalahannya semakin besarlah semangat Sachy. Apalagi kini yang menjadi misi utamanya adalah mengetahui dimana letak kesalahannya. Dia sangat penasaran, dan semakin Nala membencinya semakin besarlah rasa penasarannya.
Sachy bahkan rela menunggu setengah hari di depan rumah Nala, untungnya setengah hari karena Ibunya yang baru pulang kerja tidak tega membiarkannya berada di luar rumah dan Ibunya menyuruhnya masuk. Itu keberuntungan yang besar baginya apalagi Nala rupanya sangat takut kepada Ibunya.
“Nala!! Apa Ibu pernah mengajarkan kamu seperti ini! Ini adalah tamu Nala, harusnya kamu melayaninya dengan baik!.”
“Dia bukan tamuku Ibu. Aku tidak kenal dengannya!.”Nala berusaha mencari alasan agar dia tidak bertemu dengan Sachy. Tapi yang terjadi Ibunya justru semakin marah, dan dengan hitungan detik Ibunya melayangkan sebuah pukulan tepat di pantat Nala. Dan Nala berjingkat-jingkat kesakitan. Kejadian itu di lihat Sachy, dan membuat Sachy menahan mati-matian tawanya yang akan keluar.
“Kuping kamu terbuat dari apa sih? Dari semen atau baja? Kenapa susah sekali di bilangin, aku gak akan maafin kamu. Sampai dunia kebalik juga gak akan.” Kata Nala dengan wajah super jutek dan itu sangat tidak enak sekali di pandang.
“Huzz..kamu gak boleh berbicara seperti itu. Ok..ok, aku gak akan minta maaf lagi tapi tolong aku minta satu hal,” Sachy menarik tangan Nala reflek, sontak Nala langsung menarik kembali tangannya, tapi Sachy tidak peduli, dia bahkan mau memeluk kaki Nala demi memohon, “Katakan padaku apa kesalahanku.”
Nala tidak habis pikir, bagaimana mungkin ada manusia keras kepala seperti ini. “Tidak akan.” Jawab Nala.
Sachy mengeluarkan jurus andalannya, jurus yang sama dia gunakan kepada Tere : wajah bayinya yang sedang mewek.
Sebenarnya cukup berhasil, karena Nala sedikit terperanjat dan dia membuka mulutnya karena terpesona dengan wajah Sachy. Manusia mana yang tidak terperanjat dengan wajah imut Sachy yang sangat menggemaskan seperti bayi mewek minta susu. Tidak kuat lagi, Nala memutuskan untuk pergi meninggalkan Sachy. Namun Sachy segera menariknya dan pada saat itulah peristiwa mengerikan itu terjadi.
Sachy tidak sengaja menyenggol sebuah bingkai foto dan akhirnya..
Prang!!. Bingkai foto itu jatuh dan kacanya pecah berantakan. Baik antara Sachy dan Nala, dua-duanya sama-sama terkejut dan sejenak mereka menjadi patung mendadak.
Sachy yang sadar duluan langsung berusaha memungutnya, namun Nala segera bereaksi.
“Jangan sentuh! Kamu gak boleh sentuh barang itusedikitpun!.”Meskipun Nala mengatakan itu dengan nada yang tidak keras, tapi Sachy merasa ini lebih menakutkan dibanding dia jatuh dari atap apartemennya.
Nala jongkok untuk mengambil foto yang ada di bingkai itu. Dia sama sekali tidak memungut pecahan kaca, yang dia lakukan hanya memandangi foto itu. Foto dirinya dengan seorang gadis yang juga sebaya dengannya dan mereka sedang tersenyum bersama.
Sachy merasa sangat bersalah, “Akan aku ganti bingkainya. Akan aku cari yang sama persis jadi kau tidak perlu kawatir, aku janji aku akan memperbaikinya seperti semula.”
Nala hanya diam, lalu tiba-tiba air matanya jatuh. Sachy bersumpah, dia sangat terkejut melihat Nala yang tiba-tiba menangis, dia merasa dunia ini tiba-tiba runtuh menimpanya.
“Nala..ke..napa..ka..mu..”
“Kamu sudah menyakitinya dua kali.”Nala tidak kuat menahan tangisnya, dia menangis dengan tersedu-sedu. Sachy semakin panik, dia memberanikan diri untuk ikut jongkok di depan Nala dan memegang pundaknya.
“Apa ini keinginanmu? Baik, akan aku beritahu kesalahanmu..”Nala dengan cepat menghentikan tangisannya dan kini dia menatap Sachy dengan tatapan seribu kali lebih tajam dari pada tatapan tajamnya sebelumnya.
Sachy sangat terkejut melihat perubahan Nala apalagi tatapannya, dia menelan ludahnya. Tiba-tiba saja dia tidak siap untuk mendengarnya.

                                                                                ***

Nala Series : aku benar-benar membenci Sachy ! Kenapa dia harus datang dan menganggu hidupku? membuat luka yang telah kering itu kembali terkelupas dan mengeluarkan darah. Apa dia pikir aku membencinya karena masalah utang cimol? Tentu saja bukan ! Masalah ini tidak sesederhana itu Sachy Saldheves !!!!


Baca Yang Ini Juga Yah?:

0 komentar on "Utang Cimol Part 4"

Posting Komentar

Baca Juga Postingan Terbaru

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Catatan Sakura Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates