Kamis, 16 Agustus 2012

Utang Cimol Part 3

di 04.50


“APA?!.” Inilah kalimat yang rata-rata di ucapkan oleh semua orang saat mengetahui bahwa Sachy sudah mempunyai pacar dan pacar itu tak lain adalah gadis beasiswa bernama Nala.
“Tidak mungkin!.” Dan inilah kalimat yang mewakili perasaan keterkejutan dan ketidak percayaan mereka. Tapi ini adalah fakta, terima atau tidak Sachy lah yang mengatakannya dan mengakuinya di depan seluruh penggemarnya.
Kini berita itu sudah menyebar luas dan menjadi Top Scored karena hampir seluruh seisi sekolah membicarakannya bahkan kabarnya berita ini sudah berhembus ke pihak Media. Hanya saja bagi mereka yang menganggap ini sebuah kabar buruk, tidak terima dan ingin bertemu dengan Nala secepatnya!. Mereka akan mengadakan wawancara eksklusif dengan tujuan memastikannya langsung kepada Nala karena bagi mereka ini adalah sebuah keajaiban dan tak masuk akal, Kok bisa?
                Tapi sayangnya Nala memustukan untuk tidak berangkat sekolah. Dia tidak berani dan tidak siap akan dampak yang terjadi pasca pengakuan Sachy kemarin. Nala menganggap Sachy gila, ngawur, dan hilang seperempat akalnya!. Mana mungkin Sachy bisa melakukan hal seperti itu. Sachy benar-benar bertingkah ceroboh, bagaimana dia akan menghadapi semua ini?!.
                Nala mengurung dirinya di kamar. Dia terus berjalan mondar-mandir seperti setrikaan dan wajahnya sangat kebingungan seperti anak ayam mencari induknya. Nala terus memutar otaknya, mencari solusi dalam menyelesaikan masalahnya ini. Dia harus menyelesaikannya. Secepatnya atau kalau tidak masalah ini akan menjadi mimpi paling buruk dalam hidupnya.
                                                                                                ***
                Camera Action!. Kilatan cahaya itu sekilas berkedip. Beberapa kamera bergerak menyorot suatu titik. Titik sentral yang menjadi fokus berpuluh-puluh pasang mata yang menatap dengan berbagai macam-macam ekspresi. Bahkan sang sutradara pun menahan nafasnya, dia menatap tanpa berkedip. Mulutnya terbuka lebar saat adegan mencapai klimaks, dan semakin melebar saat adegan terlihat begitu maksimal dan sempurna.
                “CUT!”.  Sutradara Andre berteriak nyaris histeris dan itu mengkagetkan semua orang yang tadi  serentak mengalami kehanyutan saat melihat adegan tadi.
                “PERFECT! PERFECT! GOD JOB!” Andre berdiri dan mengangkat 2 jempolnya untuk memberikan aplousnya kepada pemain adegan itu. Semua orang serentak bertepuk tangan.
                “Finish! Pekerjaan kita sudah selesai!. Saya sangat senang karena adegan terakhir itu begitu bagus dan luar biasa. Saya ucapkan selamat untuk kalian semua,” Ujar Andre lagi, dia begitu puas dengan kejadian hari ini yang berjalan sesuai dengan harapannya, Flm yang telah dibuatnya selama 6 bulan terakhir ini akhirnya selesai juga, dan dia bangga kepada semua pemain dan kru yang telah bekerja keras selama ini, sebagai penutup dia mengucapkan, “sukses buat kita semua”.
                Serentak semua orang mengucapkan ‘amin’ dan sebagai simbol mereka bertepuk tangan bersama.
                “Selamat Sachy, kamu telah melakukan yang terbaik.” Andre menyalami Sachy yang menjadi tokoh utama di Flm tersebut. Andre merasa puas dengan kerja Sachy, dia menganggap Sachy adalah aktor yang memiliki potensi yang sangat bagus, dan dia yakin pembuatan Flm ini akan menghasilkan keuntungan yang besar.
                “Terimakasih.” Sachy menggenggam erat tangan Andre dan tersenyum kepadanya. Hari ini adalah hari yang paling dinantikannya dan dia yakin semua orang pun juga berpikiran hal yang sama.
                “Baik semua, terimakasih telah bekerja keras selama ini. Saya doakan sukses buat kalian semua.” Ujar Sachy mendoakan semua teman-temannya. Dia sangat senang karena pekerjaannya sudah selesai dan dia dapat menyelesaikannya dengan baik. Namun sama halnya dengan aktor-aktor yang lainnya, hal yang paling menyenangkan adalah bagaimana seluruh masyarakat menikmati dan menyukai hasil kerjanya ini. Itu yang paling Sachy harapkan.
                                                                                                ***
                “Kau tidak boleh sesenang itu, ada hal lain yang perlu kau waspadai.” Ucap Manajernya, Tere kepada Sachy yang sedang asyik bermain game di IPadnya. Sachy menoleh dan mengerutkan alisnya. Dia bertanya ‘Apa’ tanpa mengeluarkan suara.
                “Ini...apa kau lupa?”. Tere melempar sebuah majalah ke atas meja, dan Sachy meliriknya. Tanpa perlu membuka isi majalahnya, Sachy akan tahu maksudnya saat dia membaca judul tulisan yang berukuran besar  itu di depan cover majalah itu tepatnya di bawah foto dirinya.
                “Aku tidak tahu apa yang merasuki otakmu, sehingga kau dengan mulutmu itu melakukan sebuah tindakan yang ku nilai sangat ceroboh.” Tere terus mengoceh sedangkan Sachy tampak diam seribu bahasa, “Kau tidak perlu sibuk mengingat-ingat atau mencari alasan, karena yang terpenting  adalah sekarang, para media sedang sibuk memikirkan kira-kira apa yah judul yang bagus dan menarik?.” Tere berkata dengan sinis, Sachy tersentak.
                “Apa maksudmu?.” Sachy setengah melotot, dia menolak terhadap apa yang sedang dia fikirkan saat ini, “Kau tidak mengatakan bahwa ini akan menjadi berita utama di mana-mana kan?.”Sachy berharap Manajernya ini akan menenangkannya dengan mengatakan, ‘tidak akan, tenang saja’ atau lebih bagusnya lagi dia mengatakan ‘tidak mungkin’. Tapi Tere malah mengedikkan bahunya, dan dengan bibir manyun dia seolah mengatakan ulah-loe-penderitaan-elo.
                “Tere! Bisakah kau bersikap biasa padaku? You don’t know” Sachy mulai kesal melihat tingkah Tere yang baginya sangat menyebalkan.
                “Ok..ok..aku lebay, dan aku minta maaf. Tapi ini bukan waktunya kita bertengkar karena sebenarnya aku sangat mengkawatirkan dirimu,” Tere menatap wajah Sachy kasihan, “Aku tidak mau wajahmu itu jadi santapan lezat infotaiment, Baby.”
                Sachy mengacuhkan pandangan Tere, kini dia malah sedang menerawang.
Matanya fokus tertuju pada barisan huruf yang tertera pada cover sebuah majalah ibu kota, barisan huruf itu membentuk 5 kata, SACHY PACARAN DENGAN GADIS SMA plus satu tanda tanya. Sibuk memikirkan 5 kata itu yang rupanya membuat pikiran Sachy bercabang-cabang. Tapi dia tidak mengkawatirkan dirinya, melainkan 2 kata terakhir itu ‘GADIS SMA’. Sachy menghela nafas, dia menyenderkan kepalanya pada sofa empuk yang dia duduki, matanya beralih menatap langit-langit kamarnya, dalam kebisuan dia kembali menerawang.
                “Tuhan..aku telah membuat kesalahan kepada gadis itu”
                                                                                                ***
                “Whoaaaaaa!!” Ini adalah sebuah teriakan panjang. Biasanya teriakan ini menandakan bahwa Sachy atau Boo datang ke sekolah, namun kali ini berbeda. Mereka berteriak bukan karena Sachy atau Boo, pentolan SMA Nusa Bangsa dari kelas Entertaiment tapi karena seorang gadis yang beruntung bisa masuk SMA Nusa Bangsa dengan beasiswanya. Yap! Putri Naila anak dari seorang guru SD dan ibu pencuci loundry.
Setelah bermeditasi semalaman suntuk untuk mendapatkan keberanian, akhirnya Nala memutuskan untuk berangkat sekolah hari ini. Dia telah menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi, baju ganti bila nanti teman-temannya melemparnya dengan air comberan atau telur busuk, MP3 dengan headset yang berfungsi untuk menutup telinganya serapat mungkin apabila teman-temannya mencerca, menghina, bahkan menyumpahinya dan novel terbaru karya Ilana Tan yang nanti akan menemaninya saat teman-temannya sibuk menggosip tentang dirinya.
“Hei Nala! Ada urusan lo sama gue!.” Nadia bahkan lupa menutup pintu mobilnya saking terburu-burunya dia menemui Nala. Dia sudah sangat geram sampai-sampai jatah tidurnya berkurang 5 jam.
“Urusan apa? Kalau mengenai Sachy maka aku katakan, aku tidak punya hubungan apa-apa dengan dia, keterangan lebih lanjut silahkan anda tanyakan sendiri pada yang bersangkutan.” Nala mencoba untuk bersikap tenang, dia tahu akan ada banyak pertanyaan serupa yang menyerbu dirinya nanti. Ini yang pertama.Setelah mengatakan itu Nala beranjak pergi dan melanjutkan langkahnya.
Nadia sangat tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar, dia tidak menyangka ada manusia seperti itu yang hidup di dunia ini. Detik berikutnya Nadia mengejar Nala, dan segera menarik tangannya. Bahkan Nadia dengan sengaja mendorong Nala dengan keras ke tembok. Nala merintih kesakitan.
“Gue kasih tahu yah, gue dan seluruh penghuni di sekolah ini tidak akan pernah membiarkan elo deketin Kak Sachy, bahkan seujung kuku pun gak akan gue biarin!” Nadia membentak Nala di depan umum, Nadia tidak peduli dirinya kini sedang di jadikan tontonan, dia menunjuk tepat di depan wajah Nala, “Elo.. seorang buluk yang gak pantas di sandingkan dengan pangeran meski itu Cuma di dalam mimpi alias bukan kenyataan!.” Nadia mendorong bahu Nala, kemudian pergi. Meskipun Nadia sudah pergi, namun orang-orang masih mengerubungi. Membuat Nala seperti bahan santapan yang hendak dimakan Anjing-anjing jahat. Mereka melanjutkan kata-kata Nadia tadi dimulai dari menuduh, menghina, mencaci, mengejek, menyumpahi bahkan ada yang mulai melemparnya dengan air, pensil, gulungan kertas, dan sampah.
“Tuhan.. ini baru yang pertama kan?”
                                                                                ***
Nala melangkahkan kakinya dengan cepat, baginya semakin dia cepat meninggalkan sekolah ini semakin bagus dan baik untuk dirinya. Hari ini benar-benar seperti neraka, sungguh menakutkan dan mengerikan!. Nala tidak menyangka dia akan mengalami hal seperti ini, bahkan ini lebih buruk dari yang ia bayangkan.
Nala menghentikan langkahnya tepat di depan sepedanya. Hal yang lebih buruk dari yang ia bayangkan juga menimpa sepeda kesayangannya. Sampah, pecahan kaca dan siraman air comberan melumuri sepeda kesayangannya. Nala dengan sabar membersihkannya, dia sekuat tenaga menahan supaya tidak menangis bahkan saat dia lihat ban sepedanya telah terkoyak.
“Odel, sabar yah..aku tahu kamu terluka, kita sama-sama sedih tapi kita harus kuat. Oke? Gak akan aku biarkan aku menangis gara-gara seorang Sachy.” Nala mengatakan hal itu kepada dirinya sendiri, seolah telah menjadi sebuah prinsip yang kuat di dalam hidupnya. Dia bisa menangis untuk semua orang kecuali satu orang itu.
Setelah membersihkan sepedanya, Nala menuntun sepedanya. Dia berharap akan menemukan sebuah bengkel karena rumahnya sangat jauh.
Di sebuah tempat tidak terlalu jauh dari sekolah ada sebuah mobil sedan hitam terpakir. Nala tidak memperhatikan siapa penghuni mobil sedan itu. Saat Nala mendekati mobilnya, tiba-tiba saja pintu mobil itu terbuka dan keluarlah seseorang dari dalamnya.
“Tunggu!.” Orang itu memanggil Nala dan Nala segera menghentikan langkahnya. Dia berbalik.
“Bisa kita bicara, sebentar?.” Tanya orang itu hati-hati namun penuh harap.
“Sachy!.” Nala berkata seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Bicara?” Nala malah seperti orang linglung. Dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, ya! orang yang menyebabkan hari-harinya berubah menjadi neraka telah berdiri di depannya.
“Iya! Ada yang mau aku bicarakan denganmu.” Sachy yang memakai pakaian serba tertutup itu dengan kaca mata hitam tampak gugup, ada banyak hal yang ingin dia bicarakan namun pada intinya dia merasa bersalah. Sangat merasa bersalah.
“Apa?” Nala bertanya polos. Wajahnya sangat datar dan itu membuat Sachy semakin tegang. Dia pikir Nala akan meneriakinya, memukulnya dan menamparnya, namun ternyata dugaannya salah total.
“Kejadian kemarin...aku mintaaaa...”
“Gak perlu!.” Belum sempat Sachy menyelesaikan ucapannya, Nala sudah menyambar memotongnya.
“A...a..apa?” Sachy sungguh terkejut, entah kenapa keberaniannya hilang seketika.
“Kalau kamu mau bilang minta maaf, aku rasa gak perlu. Karena aku gak butuh.” Ujar Nala tiba-tiba dengan wajah dingin.
“Kenapa?” Tanya Sachy tidak mengerti.
“Karena aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Kalimat itu menjadi pernyataan yang telak untuk Sachy, apa lagi yang bisa dia ucapkan. Seketika tubuh Sachy melemas. Dia tidak bisa melakukan apa-apa saat dia melihat Nala beranjak pergi dengan menuntun sepedanya. Rasa-rasanya Sachy telah melakukan dosa yang besar, dia hanya bisa menatap punggung Nala. Tiba-tiba saja ada beban berat jatuh menimpa tubuhnya.
Saat Sachy hendak kembali masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba Nala berlari menuju dirinya. Sachy tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, apakah dia mau memaafkanku?
“Aku tidak akan pernah memaafkanmu,” Ujar Nala membuat Sachy hampir pingsan mendadak, “Tapi setidaknya kamu bisa melakukan sesuatu untukku.” Lanjutnya lagi.
Mata Sachy membulat, “Apa? Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” Sachy berharap dengan dia melakukan sesuatu untuk Nala, maka bebannya akan sedikit berkurang.
Nala tidak menjawab, dia hanya menunjuk suatu arah dan Sachy mengikuti arah tunjukannya. Sachy langsung terkejut saat melihat apa yang dia lihat, wartawan!. Tapi sedetik kemudian Sachy segera menyadari maksud ucapan Nala.
Tidak usah menunggu lama, wartawan-wartawan itu sudah mengerubungi Sachy dan Nala seperti lalat mengerubungi makanan. Mereka menyemprot Nala dan Sachy dengan serdadu pertanyaan. Nala pun membiarkan dirinya di foto oleh wartawan-wartawan itu, ini memang bukan pengalaman pertamanya masuk TV tapi dia berjanji ini akan menjadi pengalaman terakhirnya.
“Sachy apakah ini pacar kamu? Sepertinya dia anak SMA? Bisa kamu kenalkan dia kepada kami?.”Tanya salah satu wartawan dengan atusias dibalik sesaknya wartawan-wartawan lain. Sachy tidak segera menjawab, ia malah tampak salah tingkah dan berkali-kali melirik ke arah Nala.
Namun sebenarnya Sachy sedang bingung harus berbicara darimana, seperti kelamaan menunggu jawaban Sachy, mic wartawan berpindah ke arah Nala.
“Apakah kau gadis yang menjadi pacar Sachy? Bisa berbagi sedikit cerita? Sudah berapa lama kalian berpacaran? Dan bagaimana awal hubungan kalian?Bukankah kalian satu sekolah?” Tidak tanggung-tanggung wartawan langsung menyerang Nala dengan 5 pertanyaan sekaligus.
Nala hanya menjawab datar, “Gak.” Jawaban Nala itu membuat Sachy menelan ludahnya. Namun dia tetap membiarkan Nala yang berbicara, dia membiarkan Nala bebas mengatakan apa saja tentang dirinya.
Para wartawan saling menoleh, bingung mendengar jawaban Nala yang super singkat. Nala menatap Sachy sekilas, lalu dia melanjutkan lagi kata-katanya, “Itu tidak mungkin karena..”Nala tersenyum sinis, “ aku sungguh membencinya.”
Semua wartawan tampak saling pandang, sekarang mereka sama-sama bingung. Mereka memandangi Nala dan Sachy bergantian. Namun yang dipandangi hanya diam dan saling menatap. Tidak ada yang tahu apa arti tatapan 2 manusia itu. Yang jelas mereka sadar ada 2 makna yang sangat berbeda di balik tatapan hangat sekaligus menakutkan itu.

                                                                                ***

Sachi_Series : "cewek itu bilang dia membenciku?" apa? ! kenapa? alasannya? A...Aaa..apakah karena utang cimol?? Oh..My God! Aku bener-bener tidak menyangka hanya karena urusan utang cimol dia bisa begitu membenciku. Huuh.. harus ku selidiki ! masalah ini tidak akan ku biarkan berlalu begitu saja. "


Baca Yang Ini Juga Yah?:

0 komentar on "Utang Cimol Part 3"

Posting Komentar

Baca Juga Postingan Terbaru

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Catatan Sakura Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates