Senin, 27 Agustus 2012

Utang Cimol Part 10

di 07.42


“The Fungsional from The Narrative Text is to entertaiment or amuse the reader ” Tampak Bu Yeni, guru Bahasa Inggris menerangkan pelajaran dengan semangat dan para murid juga tampak antusias mendengarkan. Mereka tampak serius karena mereka sadar hari ujian semakit dekat.
                Tapi diantara para manusia yang berada disana, ada satu yang berbeda dari yang lain. Manusia itu tidak tahu menahu tentang materi yang diterangkan Bu Yeni, bukan karena dia tidak ingin mendengarkan tapi otaknya yang tidak mau menerima rangsangan. Tiap kali materi akan masuk ke telinga kiri, bukan menetap di otak tapi malah pergi seperti terusir lewat telinga kanan. Jadi satupun tidak ada yang ia pahami.
                “Kenapa sih denganku? Ayo Nala..konsen, fokus, lets do it. Apa yang ada di otak kamu dengan pikiran bodoh itu.” Ucap manusia bernama Nala itu pada dirinya sendiri.
                Dia mencoba konsentrasi, dia  tegakkan posisi duduknya dan tangannya memegang erat bulpoint. Dia siap sekarang. Nala mencoba untuk fokus, dia tampak serius menulis materi. Tapi baru beberapa tulisan, tangan Nala sudah berhenti. Lagi-lagi pikiran bodoh itu datang lagi dan mengganggunya. Nala tidak tahu bagaimana mengusirnya. Dia sudah mencoba untuk melupakannya dan membuangnya sejauh-jauhnya tapi..tidak ada beberapa detik datang kembali.Nala hampir gila di buatnya.
                Nala kembali menulis, tapi bukan materi yang dia tulis melainkan, KENCAN..KENCAN..DAN KENCAN..! Sadar dengan apa yang ditulisnya barusan, Nala langsung menepuk jidatnya. Menulis bukan cara yang efektif, Nala mencoba cara lain. Dia mencoba memfokuskan mata dan pikirannya ke arah papan tulis. Memerhatikan materi yang ditulis oleh Bu Yeni, tapi lagi-lagi..bukan materi yang ia lihat, melainkan WAJAH SACHY!
                Parah! Nala pikir dia sudah parah! Dia sudah masuk stadium 4 tingkat kejiwaan, dan dia yakin dia akan Gila sebentar lagi. Nala tampak putus asa, dia acak rambutnya dan tampak seperti orang yang-tidak-tahu-harus-bagaimana.
                Sadar kelakuannya diperhatikan oleh teman-temannya, Nala segera mengalihkan wajahnya ke arah jendela. Dia tidak mau kegilaannya ini menjadi tontonan teman-temannya. Tepat saat Nala menoleh, dia melihat Sachy! Ya! Sachy yang berada di depan jendela juga melihatnya. Dengan senyum khasnya dia menyapa Nala sambil melambai-lambaikan tangannya.
                “Oh God..aku sudah gila sekarang.”

                                                                                                ***
                “Nala!Nala!”. Ada seseorang terus meneriaki Nala dari belakang. Tapi yang diteriaki tidak ada minat sama sekali untuk menoleh. Dia malah semakin mempercepat langkahnya dan terlihat seperti menghindar. Tidak putus asa, yang meneriaki mencoba mengejarnya dengan berlari -tidak pakai-teriak-teriak-lagi. Tanpa menunggu lama, dia berhasil menangkap targetnya.
                “Kamu kenapa sih? Aku panggil gak noleh-noleh.” Kata orang itu dengan raut wajah sedikit kesal.
                “Hm..aku lagi kebelet, aku mau kebelakang.” Nala mencoba mengeles. Dia langsung memeragakan acting kebeletnya.
                “Setahu aku, Toilet bukan berada disana Nala, tapi diarah sana.” Orang itu menunjuk arah belakang, arah yang berlawanan dengan arah yang tadi mau dituju oleh Nala. Nala langsung terhenyak karena sadar bahwa kebohongannya langsung ketahuan.
                “Tt..tapi sebelum ke toilet aku mau pinjem buku dulu di Perpus.” Nala masih mencoba untuk mengeles. Dia berusaha untuk menutupi kegugupannya itu. Orang itu langsung memicingkan matanya mendengar ucapan Nala, dia seperti tidak percaya.
                “Maaf aku sedang terburu-buru. Jadi aku pergi dulu.” Nala segera bertindak cepat sebelum orang itu semakin curiga. Dia dengan langkah seribu segera meninggalkan orang itu, tidak ingin orang itu melihat kekacauan yang sedang dia alami. Setelah dirasa jaraknya sudah benar-benar jauh dari orang itu, Nala langsung menghentikan langkahnya. Dia menyenderkan tubuhnya di dinding karena merasa sangat lemas. Nala memejamkan matanya. Ada perasaan aneh yang sedang dirasakannya. Dia tidak tahu apa itu.

                Yang jelas ada satu hal yang ia yakin, dia tidak bisa menahan dirinya saat dia melihat tatapan mata itu. Tidak bisa.
                                                                                                ***
                “Ada apa dengannya? Dia terlihat sangat aneh.” Sepanjang langkah itu Sachy terus menggumam sendiri. Dia sangat bingung melihat tingkah Nala hari ini, setelah kemarin dia sangat bahagia sekarang kebahagian itu langsung berubah, dia sangat sedih.
                “Dia seperti menghindariku.” Gumam Sachy lagi.
                “Tidak.Tidak mungkin. Nala tidak akan seperti itu padaku.”Sachy langsung menolak pikirannya barusan. Dia percaya Nala tidak akan melakukan hal itu. Sachy menghela nafasnya, baru memikirkannya saja sudah membuat nafasnya sesak apalagi jika itu benar-benar terjadi. Sachy berdoa semoga itu tidak menjadi kenyataan alias hanya menjadi pikirannya saja.
                Saat Sachy sedang melangkah, tiba-tiba ada yang menyandungnya.
                “BUK”Terdengar suara berdebam dari tubuh Sachy yang jatuh di atas lantai.
                “Aduh..” Sekilas Sachy meringis kesakitan, sesudah itu dia langsung menoleh ke arah pelakunya.
                “Kenapa? Sakit yah? Itu sih belum seberapa dibanding rasa sakit kami.” Kata pelaku itu dengan tatapan sinis yang menakutkan. Sachy mengerutkan keningnya, sadar bahwa yang melakukan itu adalah seorang cewek, Sachy menurunkan amarahnya. Dengan sabar, dia mencoba untuk berdiri lagi.
                “Kenapa kamu melakukan ini?.” Tanya Sachy tajam. Cewek itu memiringkan kepalanya, seperti tidak menyangka dengan pertanyaan Sachy barusan. Dia tertawa sinis.
                “Gue gak nyangka elo terlalu bodoh.” Ucap cewek itu di sela tawanya. Sachy semakin bingung, dia mengepalkan tangannya. Mencoba menahan amarahnya dan menyadarkan dirinya sendiri bahwa yang ia hadapi adalah seorang cewek. Dia tidak mungkin donk meninju seorang cewek.
                “Katakan yang jelas apa maksudmu?.” Sachy berusaha tidak meninggikan suaranya, dia mencoba untuk tetap tenang.
                Tapi cewek yang ada dihadapannya sudah tidak bisa menahan dirinya sendiri. Cewek itu mencengkram kerah baju Sachy dan mendorong tubuhnya ke arah tembok dengan sangat keras. Hal brutal yang tidak di sangka Sachy. Sachy tidak siap saat cewek itu menyerangnya, sehingga dia tampak tak berdaya dengan sekapan cewek itu.
                “Elo tahu gak? Betapa kuatnya perasaan gue ke elo? Dari dulu gue adalah fans fanatik elo. Apapun barang yang elo suka, akan gue suka. Apapun produk yang elo iklanin, akan gue beli. Apapun Flm yang elo mainkan akan gue tonton, gak peduli gue harus ngantri berapa jam untuk dapetin tiketnya. Tapi sekarang apa yang elo lakuin ke gue?.” Cewek itu mengucapkannya dengan berapi-api tapi matanya juga berair. Dia menahan mati-matian agar tidak meneteskan air matanya.
                “Kenapa elo bohongin kita semua? Kenapa elo hianatin perasaan semua fans elo? Elo tahu gak bagaimana pengorbanan kita semua hah? Tahu gak elo??!!.”
                “Aku tahu.”
                “Elo gak tahu!! Kalau elo tahu, gak mungkin elo tega nyakitin perasaan kita! Elo jahat Sachy, benar-benar jahat!! Dari awal harusnya elo gak pantes jadi artis! Harusnya elo sadar itu!.” Cewek itu tidak sanggup lagi menahan air matanya. Tangannya gemetar saking hebatnya kemarahannya, tapi yang penting adalah dia sudah mengeluarkan semua perasaan marahnya itu. Dia melepaskan cengkramannya pada kerah Sachy dan segera pergi.
                Sachy terdiam. Dia berdiri mematung. Dia cukup terkejut dengan ungkapan perasaan cewek itu. Entah apa yang harus dia lakukan, yang jelas dia merasa sangat bersalah. Sachy menitikkan air mata. Dia merenungkan kata demi kata yang diucapkan cewek itu dan barulah dia sadar betapa jahatnya ia. Sachy sungguh menyesal hingga rasanya dia ingin mati saja.
                Sachy tidak sadar ada seseorang yang melihat semua kejadian itu.Seseorang yang ikut menitikkan air mata karena dia sadar dialah penyebab semua itu.
                                                                                                ***
                “Lihat itu! Si ganteng pecinta sesama jenis!.”
                “Gue masih gak nyangka, ternyata dia orang gak normal!.”
                “Hati-hati deket sama orang itu! Nanti bisa-bisa ketularan lagi!.”
                “Gue jijik banget sekarang ama dia. Muak lihat mukanya!.”
                “Dasar penipu! Pantesan gak punya pacar orang gak pernah naksir cewek!.” Semua cercaan, makian, dan hinaan terus mereka lempar untuk Sachy. Tiap Sachy melangkah, semua orang tampak membicarakannya. Tak hanya itu bahkan mereka melempari Sachy dengan benda-benda. Boo yang menyaksikan semua itu hanya bisa diam, dia sama sekali tidak membela Sachy.
                Sebenarnya ini bukan hal yang pertama terjadi, Sachy sudah sering mengalaminya. Tiap ia berangkat sekolah ini adalah sambutan yang ia terima. Makanya Sachy tidak memiliki teman. Hanya Nala, Ya! Hanya Nala yang menemaninya di sekolah. Tiap bersama Nala Sachy selalu merasa bahagia, sehingga tidak ada masalah baginya. Tapi kali ini, Sachy sadar bahwa ini sungguh menyakitkan. Tiap langkah yang dihitungnya begitu berat, begitu lama. Tuhan..rasanya Sachy tidak sanggup lagi.
                Saat ia berdoa, semoga Tuhan menolongnya tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya. Sachy terhenyak, rupanya tangan malaikat itu adalah Nala. Nala tersenyum tulus padanya. Seperti tumbuhan kering yang disiram air hujan, Sachy seperti mendapat kekuatan. Sachy yakin lewat Nala lah Tuhan membantunya.
                                                                                                ***
                Nala terus memegang tangan Sachy dan membawanya ke suatu tempat. Sachy yang tidak tahu kemana Nala akan menggandengnya, hanya diam. Mereka terus melangkah meski semua orang menatap mereka dengan beribu-ribu tanda tanya dan tentunya beribu-ribu kali lebih menyeramkan.
                Nala menghentikan langkahnya tepat di tengah lapangan. Sachy bingung mengetahui Nala membawanya ke tengah lapangan. Dia penasaran apa yang akan dilakukan Nala.
                “Buat semua orang yang ada di sekolah, ada sesuatu yang mau aku kasih tahu ke kalian semua!.” Teriak Nala dengan suara lantang. Teriakannya itu terdengar sampai ke seantero sekolah. Mereka pun segera melihat ke arah lapangan, tepatnya ke arah Nala dan Sachy.
                “Aku ingin menyampaikan ke kalian bahwa tindakan kalian terhadap Sachy sudah keterlaluan dan sama sekali tidak dibenarkan!!. Memang Sachy bersalah, tapi kalian tidak boleh terus-terusan menyalahkannya. Manusia tidak ada yang sempurna. Jika kalian masih menyalahkannya berarti kalian merasa diri kalian sempurna!Jika kalian merasa diri kalian sempurna, aku bersumpah Tuhan akan melaknat kalian. Karena hanya Tuhanlah yang sempurna!, bukan kalian, bukan saya dan juga bukan Sachy!” Nala mengatakan itu kepada semua orang yang melihat mereka. Tidak ada yang membantah ucapan Nala, mereka semua terdiam.
                “Jika kalian masih tidak mau memaafkan Sachy, silahkan lempar dia dengan batu!.” Nala mengucapkan itu sambil memegang sebuah batu. Tampak semua orang terkejut mendengar ucapan Nala. Nala menyerahkan batu kepada seorang cewek yang tadi melabrak Sachy.
                “Jika kau merasa dirimu sempurna, silahkan lempar dia dengan batu!” Suruh Nala kepada cewek itu. Cewek itu hanya diam, tangannya gemetar memegang batu itu. Lalu batu itu terjatuh.Nala kembali melanjutkan khutbah dadakannya, sebagai penutup dia mengucapkan:
                “Jika Tuhan mampu memaafkan hamba-Nya, mengapa kalian tidak bisa memaafkan kepada sesama manusia?. Manusia tempatnya salah, meski dia makhluk paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang Tuhan ciptakan, dia juga tidak luput dari kesalahan. Karena hanya dengan begitu dia bisa tahu itu salah. Yang terpenting adalah bagaimana manusia itu menyesal atas kesalahannya dan tidak mau mengulanginya lagi. Sachy sudah berjanji bahwa dia akan berubah, apakah pantas kita sebagai manusia tidak mengizinkannya? Kita bukan Iblis kan? Jadi intinya aku mohon pada kalian semua tolong bantu Sachy. Sachy butuh orang yang mendukungnya agar dia berhasil menghapus semua kesalahan yang pernah ia perbuat.”  Semua orang tampak tertegun mendengar ucapan Nala, Sachy terlebih lagi. Dia tidak percaya Nala mampu melakukannya. Nala menatapnya dan tersenyum. Bagi Sachy rasanya tidak ada yang lebih bahagia di banding ini semua. Senyum ketulusan Nala mampu menggunggah hatinya dan membangkitkan kembali semangatnya. Saat itu juga Sachy berjanji pada dirinya juga pada Tuhan Yang Maha Menyaksikan, dia tidak akan pernah menyakiti gadis itu. Selamanya akan dia lakukan apa saja demi kebahagian gadis bernama Putri Naila.
                                                                                                ***
                “Aku gak tahu harus berapa kali aku mengucapkan terimakasih padamu.” Ucap Sachy di tengah langkahnya bersama Nala. Sebagai ungkapan terimakasih, Sachy bersedia mengantar Nala pulang dengan jalan kaki dan sebagai ungkapan terimakasih juga karena Sachy menemaninya pulang, Nala menuntun Odel (nama Sepedanya).
                “Gak perlu. Tahu gak? Aku senang loh bisa membantumu..” Dengan senyum khasnya Nala tulus mengatakannya. Sekarang dia sudah tahu perasaannya yang sebenarnya. Dia berjanji akan membantu Sachy kapanpun laki-laki itu membutuhkannya.
                Sachy terdiam. Ada sesuatu yang dia bingungkan di dalam benaknya. Akhirnya keheningan menyeruak diantara mereka. Sachy diam sambil menendang-nendang batu yang ada di jalan. Nala mencoba melihat pemandangan yang ada disekitar mereka. Sebenarnya mereka berdua sama-sama sedang berfikir. Mereka berdua sama-sama ingin mengobrolkan sebuah topik, tapi otak mereka sedang dikacaukan oleh perasaan mereka sendiri.
                “Hm..”
                “Aku..”
                Keduanya tampak saling tabrakan bicara. Mereka pun salah tingkah, gak menyangka bahwa mereka bisa sehati.
                “Kamu dulu..” Nala mempersilahkan Sachy. Tapi Sachy menolaknya..
                “Gak, Ladies first.
                “Gak apa-apa. Gak selamanya perempuan pertama, laki-laki juga boleh kok yang pertama.”Ujar Nala tampak enggan berbicara duluan. Dia lebih suka jika laki-laki dulu yang pertama mengatakannya.
                “Hm..” Sachy tampak ragu, sambil menunduk dia seperti memperhitungkan sesuatu. Lama menunggu Sachy berbicara, Nala mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah Sachy yang sedang menunduk itu. Saat itulah Sachy langsung mendongakan wajahnya dan berkata tepat di depan wajah Nala..
                “Kalau kamu suka membantuku, maukah kau selalu disisiku?.” Sachy secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya kepada Nala.Sachy yang mengungkapkan itu tepat di depan wajah Nala membuat Nala seperti kesamber bledeg. Nala mematung seketika.
                “Nala..kamu kenapa? Kok gak jawab? Ekspresinya juga biasa aja, kamu gak mau yah?.” Sachy terlihat memurungkan wajahnya melihat tingkah Nala. Nala langsung tersadar, dan wajahnya tiba-tiba memerah. Sadar bahwa dia salah tingkah, Nala segera mengalihkan pembicaraan.
                “Udah sampai. Makasih yah udah anterin aku sampai depan rumah. Sampai ketemu besok. Bye” Nala beruntung, dia sudah berada depan rumahnya saat Sachy mengatakan hal itu jadi dia bisa mencari alasan. Dia mencari alasan karena dia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya.
                Sachy hanya terbengong-bengong. Ingin dia menghentikan langkah Nala, namun sayangnya dengan hitungan beberapa detik, Nala sudah masuk ke dalam rumahnya dan dengan kecepatan kilat dia menutup pintunya. Benar-benar Nala tidak memberikan kesempatan untuk Sachy, bahkan untuk menjawab salamnya.
                Akhirnya dengan suara yang lemas, Sachy menjawab salam itu, “Bye juga Nala. Aku harap aku bisa ketemu kamu besok, besok, dan besoknya lagi. Pokoknya aku bisa ketemu kamu sampai umurku habis.”
                                                                                                ***
                Dengan sekali dorongan belakang, Nala sudah menutup pintunya dan menghasilkan suara yang cukup keras. Ibunya sampai kaget dan akhirnya marah-marah ke Nala. Tapi Nala sudah tidak bisa mendengar teriakan Ibunya karena yang ia dengar hanyalah detakan jantungnya. Rasanya jantungnya benar-benar akan pecah. Nala tidak tahu harus melakukan apa.
                Tapi tidak bisa ditipu, Nala begitu bahagia. Saking bahagianya ia ingin berteriak dan loncat-loncat sampai ke atas langit. Dia tidak menyangka Sachy akan mengungkapkan perasaannya padanya. Saat dia merasa dia mulai menyukainya, Sachy pun langsung mengatakannya juga. Nala benar-benar bahagia, dia meloncat-loncat seperti anak kecil yang baru dikasih Ice Cream dan permen se-Tronton sampai dia tidak sadar tasnya menyenggol pigura kecil yang berada di atas mejanya. Pigura itu jatuh dan pecah tanpa ampun. Nala langsung menghentikan loncat-loncatnya, saat dia sadar dia telah menjatuhkan sebuah pigura.
                Tapi tiba-tiba Nala langsung terkejut, rasanya dia seperti disetrum 1000 Volt. Kenapa? Karena dia menjatuhkan pigura yang berisi foto Sally. Saat itulah seperti sebuah kepalan tangan menghantam dadanya dan menampar pipinya.Wajah Sally yang tersenyum terlihat marah di depan matanya. Tiba-tiba saja langit seperti runtuh, Nala yang sedang berada di atas puncaknya langsung terjatuh seketika.
                                                                                                ***



Baca Yang Ini Juga Yah?:

0 komentar on "Utang Cimol Part 10 "

Posting Komentar

Baca Juga Postingan Terbaru

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Catatan Sakura Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates