Minggu, 18 Agustus 2013

Utang Cimol Part 15

di 01.14
“Tentu saja. Aku adalah wanita yang kamu cintai, Sachy.”

                
Hari ini berjalan seperti biasanya meskipun matahari tidak secerah hari-hari kemarin, tapi semua aktifitas tampak berjalan dengan normal. Jalan-jalan raya tetaplah padat dan kemacetan selalu menjadi pelengkap, anak-anak sekolah dengan seragam mereka masing-masing tampak bergegas menuju sekolah mereka, para pedagang di pinggiran jalan sibuk menawari dagangannya kepada orang-orang yang berjalan di trotoar dan masih banyak manusia-manusia lainnya yang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
                Tapi tetap saja sekian dari sejuta manusia diluar sana yang sedang sibuk menjalani hari mereka, ada beberapa manusia yang justru tidak tahu harus melakukan apa. Mereka bingung karena sebenarnya mereka tidak memiliki pekerjaan. Inilah yang dinamakan ‘Pengangguran Sejati’ dan Sachy, termasuk di dalamnya.
                Sachy mematikan televisi yang sedang ditontonnya, baginya acara di Televisi sama sekali tidak ada yang menarik. Sachy menghembuskan nafas kesal, dia dalam kondisi yang teramat boring sekarang. Sachy berjalan gontai menuju dapurnya, dan mengambil satu cangkir yang berada di rak lemari dapurnya. 5 menit kemudian Sachy keluar dari dapurnya dan kembali ke tempat duduknya semula, tentu saja dengan secangkir kopi buatannya yang masih dengan asap yang mengepul.
                Sachy menyeruput kopinya, kemudian dia membuang pandangannya ke jendela besar yang berada di belakang sofa yang sedang ia duduki. Terlihat jelas keramaian kota yang terbentang di bawah apartemennya yang setinggi 25 meter ini. Sachy mengamati hilir mudik kendaraan yang tidak ada habis-habisnya itu dan baru ia sadari betapa kotornya udara di jalanan. Asap-asap tebal berterbangan kesana-kemari, polusi yang mengandung racun terpaksa dihirup oleh orang-orang yang berada di kendaraan yang tidak memiliki kaca sebagai temeng seperti angkot, becak, bis, bis tuyul, bajaj, dll.
                Sachy kembali menyeruput secangkir kopi yang masih ia pegang, kini pikirannya teralihkan. Tiba-tiba saja kata-kata gadis itu kembali terngiang.

                “Tentu saja. Aku adalah wanita yang kamu cintai, Sachy.”

                Masih lekat di benak Sachy bahkan seperti masih jelas di depan mata Sachy bagaimana ekspresi gadis itu, tatapannya, dan kesungguhannya saat mengucapkan kata itu. Kata itu bak mantra yang membuat Sachy seperti kehilangan kesadarannya bahkan Sachy seperti tidak menginjak bumi saking terkejutnya ia. Sebenarnya ada perasaan yang menggelitik Sachy dan membuatnya penasaran. Tapi Sachy sendiri tidak tahu seperti apa jelasnya perasaan itu.
                Lalu tiba-tiba sebuah ide muncul di otaknya. Langsung saja tubuh Sachy menerima rangsangan itu sebagai sebuah perintah, secara reflek Sachypun menaruh cangkirnya, lalu berdiri, beranjak mengambil jaketnya, HP, dan kunci mobil.
                Tidak beberapa lama kemudian Sachypun siap melesat meninggalkan apartemennya.
                                                                                              
                                                                               ***
               
Mata Nala membulat melihat pemandangan yang sedang ada di depannya. Sebuah mobil sport putih bermerek Pagero terparkir dengan manis di depannya tetapi bukan mobil itu yang membuat Nala terkejut melainkan pengemudinya. Pengemudi yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam, dengan topi di atas kepalanya dan sebuah kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Pengemudi itu sedang berdiri di depan pintu mobilnya sembari menyilakan ke dua tangannya, tentu saja tidak ketinggalan : gaya sok cool.
           Kening Nala berkerut 3 lapis. Ia memandangi orang itu dan coba memastikan apakah ia benar-benar tidak salah lihat. Setelah dirasa bahwa memang ini kenyataan, tiba-tiba saja Nala tertawa. Tawanya itu pecah tanpa bisa ia kendalikan.
         “Apakah ada yang lucu?” Tanya pengemudi itu yang tidak lain adalah Sachy. Sachy benar-benar heran dengan tingkah Nala yang tertawa seolah-olah ia tertawa karena melihat badut Ancol.
     “Adaa!! Hahaha! Adaa!” Jawab Nala masih dengan tawanya, ia memegang perutnya yang mulai kesakitan karena tawanya di atas normal.
        Melihat Nala yang tidak berhenti tertawa, Sachy pun akhirnya diam. Dia merasa dirinya sudah dihinakan oleh Nala secara tidak langsung.
           Nala yang sadar bahwa Sachy mulai sebal, langsung berusaha menghentikan tawanya.
          “Kamu ngapain ada disini?” Tanya Nala setelah ia berusaha mati-matian menghentikan tawanya, tapi meskipun begitu Nala tetap saja keceplosan tertawa.
           “Ada sesuatu yang membuatku penasaran.” Jawab Sachy berusaha tidak mempedulikan tawa Nala.
            Nala memiringkan kepalanya, “Apa?” Tanyanya lagi.
             Sachy menatap Nala lurus, “Kalau benar aku mencintaimu, mengapa aku bisa melupakanmu?” Ujar Sachy dengan ekspresi datar. Nala langsung tersontak mendengarnya, tawanya langsung hilang seketika.
         “Hm..itu...itu...” Nala mendadak tidak bisa berkata. Dia kebingungan mencari jawabannya. Sachy yang melihat kebingungan di wajah Nala, menaruh tangannya di saku celananya sembari menghembuskan nafas.
             Nala melihat ada senyum sinis dari wajah Sachy, tapi ia juga tidak tahu harus melakukan apa.
            “Semua ini salahku.” Ucap Nala akhirnya. Nala menundukkan wajahnya, tiba-tiba saja ada air mata jatuh dari kelopak matanya. “Benar! Ini memang salahku. Jika saja waktu itu aku tidak melepaskanmu dan menerimamu..mungkin semua ini tidak akan terjadi.” Lanjut Nala lagi masih menunduk.
          Sachy yang sadar suasananya telah berubah, merasa tidak nyaman. “Sudahlah..” Tanpa Sachy sadari, ia merasa tidak suka melihat gadis itu menangis di depannya.
                                                                                               

                                                                                   ***
                Keesokan harinya..
                Sachy datang lagi ke tempat Nala. Masih dengan mobil yang sama, pakaian yang sama, dan juga gaya sok coolnya (berdiri di depan pintu mobil sembari menyilakan tangannya).
                Kali ini Nala melihat Sachy dengan perasaan sedikit takut, tidak ada sama sekali perasaan dirinya ingin tertawa. “Apa lagi yang membuatmu penasaran?” Tanya Nala sedikit gugup.
             Sachy yang melihat ketakutan yang jelas di mata Nala merasa sedikit bersalah atas kejadian kemarin. Ia berfikir mungkin tak seharusnya ia bertanya seperti itu. Sachy menurunkan tangannya dan menjawab, “Tidak ada.”
                Nala menatap tidak percaya, dan dengan tanpa suara Nala bertanya, “Lalu?”
                “Aku kesini ingin meminta bantuan padamu.” Ucap Sachy seolah tahu pertanyaan Nala barusan.
            “Bantuan?” Nala mengulang kembali ucapan Sachy. Nala tidak percaya bahwa Sachy meminta bantuan kepadanya.
                Sachy yang menangkap ketidak percayaan dari raut wajah Nala hanya bisa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, “Sebenarnya aku sedang sangaaattt bosan.” Ujar Sachy memulai memberitahukan alasannya. Sachy mengatakannya dengan pelan-pelan, Nala pun hanya bisa menunggu dengan diam.
               “Aku..” Sachy memijat hidungnya tanpa sebab, sebenarnya dia sedikit malu untuk mengatakannya. “Aku..ingin pergi ke suatu tempat. Apa kau tahu tempat yang bagus untuk ku datangi?” Ujar Sachy akhirnya memberitahukan alasannya yang sebenarnya. Sebenarnya Sachy tidak mempunyai pilihan lain selain Nala, alasanya karena yang dekat dengan ia adalah Tere dan Nala meskipun sebenarnya banyak orang yang ia kenal tapi dia merasa tidak bisa meminta bantuan kepada mereka, dan  lagian ingatannya belum kembali pulih dia takut dia malah merepotkan orang.
           Sachy selesai dengan ucapannya tapi Nala malah tampak mematung di tempatnya. Sachy sampai bingung melihat ekspresi Nala, dia takut dia membuat kesalahan lagi. “Nala, are you ok?” Tanya Sachy dengan kawatir.
             Sedetik kemudian Nala langsung tersadar. Dia menatap Sachy dengan tatapan berkaca-kaca. Susah baginya untuk mengeluarkan kata-kata jadi yang bisa ia lakukan adalah..mengangguk. Ya! Mengangguk itu tandanya mau.
          “Iya.. iya..ngangguknya sekali aja cukup kok.” Ujar Sachy lagi karena melihat Nala yang terus-terusan mengangguk. Sachy tidak tahu bahwa itu tandanya Nala mau banget dan lebih dari itu..Nala sangat bahagia.
                                                                                               
                                                                               ***

                Tujuan pertama Nala adalah Dunia Fantasy. Sebenarnya Nala sangat berharap semoga kencan tidak langsungnya ini bisa memberikan sedikit ingatan untuk Sachy. Tapi sayangnya sampai mereka mau pulang pun Sachy tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mengingat sesuatu.
              Nala pun memutarkan kembali otaknya, tiba-tiba Nala punya ide. Meskipun idenya ini menurutnya begitu nekat dan ekstrem baginya tapi apapun dia lakukan demi Sachy.
               “Sachy.. ayo kita naik tornado. Oya, abis itu kita naik Halilintar, Histeria, Kincir-kincir dan Kora-Kora” Ujar Nala mengajak Sachy.
              “Apa? Yakin kamu kuat?” Tanya Sachy tidak yakin bahwa Nala sanggup melakukan itu karena naik Bianglala aja Nala udah ketakutan. Sachy bisa lihat wajahnya pucat pasi saat BiangLala berada di paling atas.
           Di tanya seperti itu Nala akui diapun tidak yakin bahwa dia akan kuat, tapi lagi-lagi cinta itu memberikannya semangat, “Insya Allah.”
                                                                                               

                                                                                ***
        Dan inilah hasilnya.. “WOEK...WOEK...” Nala tidak bisa membendung dirinya lagi untuk mengeluarkan semua isi perutnya.
                “Nala..are you ok? ” Ujar Sachy kawatir. Sachy tidak tahu bahwa inilah yang Nala inginkan. Nala masih ingat bagaimana paniknya Sachy dulu bahkan Sachy sampai menggendong Nala. Nala berharap Sachy mengingat kenangan itu..sedikit saja.
              “Nala...kita ke dokter aja, ok?” Ujar Sachy lagi. Nala langsung menggeleng. Bukan pergi ke dokter tujuannya..
              “Sachy..apa kamu gak ingat sesuatu?” Tanya Nala dengan nada nya yang lemah.
    Sachy tampak terdiam. Wajahnya langsung berubah serius, sepertinya Sachy sedang memikirkan sesuatu.
Sambil menunggu..Nala berdoa semoga Sachy mengingatnya..
         “No! Aku tidak ingat apapun.” Ujar Sachy akhirnya. Nala langsung lemas seketika. Usahanya benar-benar tidak membuahkan hasil.
                “Kita pulang aja, ok? Ayuh aku bantu kamu berdiri..” Dan Sachy pun akhirnya membawa Nala pulang sambil membantunya berjalan.
                                                                                              
                                                                                ***
                “Nala serius kamu gak apa-apa?” Tanya Sachy sekali lagi saat mereka sudah sampai di depan rumah Nala.
                “Aku gak apa-apa.” Ujar Nala dengan kondisi yang sangat lemah. Nala menggigit bibirnya. Sebenarnya bukan mual ini yang membuatnya lemah tapi usahanya yang ingin membuat Sachy kembali mengingat semua kenangan indah mereka berdua ternyata tidak membuahkan hasil itulah yang membuat semangatnya hilang.
                “Thanks yah..udah anterin aku. Sampai jumpa lagi. Bye.” Dan Nala berpamitan sebelum ia membuka pintu mobil. Sachy memandangi Nala sekilas sebelum akhirnya Sachy melambaikan tangannya dan kembali menjalankan mobilnya.
                Tapi tiba-tiba saja...
                Mobil Sachy berjalan mundur. Nala yang saat itu hampir masuk ke dalam pagar rumahnya tiba-tiba ada yang menarik tangannya kemudian dengan sekedipan mata sebuah ciuman mendarat di keningnya.
                Susah untuk Nala mengerti kejadian yang baru saja ia alami karena tiba-tiba saja otaknya konslet. Nala mematung di tempatnya.
                “Maaf Nala.. tiba-tiba saja aku ingin melakukan itu. Maaf yah?” Sachy mengucapkan kata maaf pada Nala karena dia telah berbuat tidak sopan. Sachy tidak tahu kenapa dia tiba-tiba melakukan itu, seperti gerak reflek menurutnya.
                Nala memegang jidatnya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini tidaklah mimpi.
                “Nala..kamu marah yah? Im sorry..” Ujar Sachy lagi dengan perasaan bersalah. Bukannya menjawab Nala justru malah memeluk Sachy. Membuat cowok itu terkejut tidak berkedip.
                                                                                             
                                                                            ***

                


Baca Yang Ini Juga Yah?:

0 komentar on "Utang Cimol Part 15"

Posting Komentar

Baca Juga Postingan Terbaru

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Catatan Sakura Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates