Kita akan mengerti itu berharga saat kita kehilangannya,
Kita akan mengerti itu indah, saat kita tidak dapat
melihatnya lagi
Kita akan mengerti itu terbaik, saat kita tidak menemukan
yang lebih baik lagi selainnya..
Karena itu, seharusnya kita lebih mengerti dari awal..
dan bersyukur adalah cara pertama kita untuk berterimakasih atas semua yang Dia
kasih di dalam hidup kita.. karena dengan begitu kita akan memahami bahwa Dia
selalu mencintai kita..
Entah
apa itu yang namanya persahabatan, aku pun tidak mengerti dengan jelas. Aku
tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaan itu. Karena semua perasaan itu tak
dapat di jelaskan oleh indera ke limaku.Yang ku tahu bahwa Tuhan Maha
Penyayang.. dan perasaan ku ini adalah sebagian sedikit dari banyaknya rasa
kasih sayang-Nya yang tak akan pernah terjangkau..
Perasaan
tak terlukiskan ketika kita menemukan orang yang benar-benar tulus menyayangi
kita, satu hal yang perlu di ketahui.. bahwa sebanyak-banyak nya harta di dunia
ini, tidak akan pernah sanggup membeli apa itu yang namanya ketulusan...
Masih
terlintas di benakku.. saat itu aku jatuh sakit. Aku merasakan ujian paling
berat di Pondok itu adalah saat aku harus sakit. Kita harus berada di kondisi
yang tidak mengenakkan, tidur di kasur yang aku sebut sebagai kasur “merana”
(kasur tempat orang yang tidak berdaya), tidak ada yang memerhatikan, semua “usdek”
alias urusan dewek-dewek..
Di
saat itulah seharusnya kita sedang belajar bahwa tidak ada yang kita harapkan kecuali
kepada Allah semata.
Aku
merasakan bagaimana air mata ini mengalir saat teringat oleh orang tua ku..
dulu, mungkin ketika aku sakit mereka akan berada di sampingku, merawat, memerhatikan,
mempedulikan ku dengan kasih sayang tanpa pamrih nya sampai aku sembuh..
Tapi
disini? Aku menangis sejadi-jadinya.. rasanya aku ingin kabur, berlari
sekencang-kencangnya, dan berteriak “Aku ingin pulang”
Tapi..
“Dih! Cengeng! Baru ngerasain sakit kaya gitu aja udah nangis. Manja! Gak malu apa .. udah tua kok” Tiba-tiba saja ada seseorang mengatakan itu membuatku seperti tertendang sampai ke Kutub Selatan. Aku malu, seperti tertampar, dan itu membuatku kesal.
“Dih! Cengeng! Baru ngerasain sakit kaya gitu aja udah nangis. Manja! Gak malu apa .. udah tua kok” Tiba-tiba saja ada seseorang mengatakan itu membuatku seperti tertendang sampai ke Kutub Selatan. Aku malu, seperti tertampar, dan itu membuatku kesal.
Aku
melirik sebal ke arah orang yang tadi mengatakan itu padaku, “Mba Ainoel gak
ngerasain sih apa yang aku rasain!.”
Dia
tersenyum ke arahku, seperti menertawaiku dan membuatku tersadar, tentu saja tidak
ada orang di dunia ini yang tidak pernah merasakan apa yang aku rasain, tiap
orang pasti pernah sakit. Dan aku lagi-lagi merasa dia sedang mengejekku atas kekonyolanku
dan sifat kekanakku tadi.
Meskipun
dia mengatakan itu, tapi dia tetap saja yang merawatku. Tidak pernah lupa membelikan
makanan untukku, menemaniku ketika aku hendak ke kamar mandi, mencucikan
pakaianku, mengambilkan obat untukku, belum lagi ketika aku muntah.. mengelap
air mataku, mengompres keningku, semua itu dia lakukan persis seperti orang
tuaku..
Bukan
hanya dia, ada juga nama seperti Soraya Umami, Tuty Alawiyah, Widyani,
Kholifatul Zulfa, Susi Sulistiawati, Umi Mudzalifah, Indriyani, Titik Asyamul
M, yang tanpa kuminta ikut merawatku, menyemangatiku, menemaniku, dan itu semua
benar-benar indah.. kau tahu? Tidak ada kata yang tepat untuk melukiskan
perasaan yang aku rasakan saat itu.. dan ucapan ‘terimakasih’ tidak akan cukup
aku berikan pada mereka..
Mereka
semua.. Allah kirimkan untukku... dan aku menyadari inilah yang dinamakan
dengan kekuatan...
Mba
Ainul, ingatkah kamu? Saat kita berada di kolam saat itu.. hanya ada kita
berdua.. di depan keran , di saat butiran hujan jatuh, di bawah langit malam
dan para penghuninya, dan lebih dari itu.. di hadapan Tuhan yang muhal Tuli dan
Buta.. aku pernah mengatakan bahwa semua ini ... tidak akan pernah aku lupakan.
1 komentar on "Tidak akan terlupa"
Hana... MANA blog tentang fashion sekang ayo up date :) Aku menunggu tulisan mu
Posting Komentar