Sachy
mengamati dua orang yang ada di depannya secara bergantian. Ekspresi mereka
berbeda, Tere yang tidak lain adalah manajernya berekspresi seperti orang yang
tiba-tiba saja seperti membatu, sedangkan perempuan disampingnya menutup
mulutnya dan matanya melotot seolah akan melompat keluar tapi meskipun begitu
Sachy tahu ekspresi mereka menunjukkan ekspresi orang yang sedang terkejut, dan
itu membuat Sachy bertanya heran,
“Ada
apa, paman?” Sachy bingung mengapa mereka berdua ketika mendengar nama Minho
seperti orang melihat hantu, “Apa sesuatu terjadi dengan Minho?” Tanya Sachy
lagi dengan kening berkerut.
Tiba-tiba
Tere langsung tersadar, dan ia segera berusaha mengembalikan keadaan dirinya
kembali normal, “Tidak ada apa-apa Sachy, Minho baik-baik saja.”
“Lalu,
dimana ia? Mengapa ia tidak ada disini?” Tanya Sachy sembari mengedarkan
pandangannya keselilingnya berharap tiba-tiba Minho muncul, namun tetap saja
Minho tidak muncul karena memang Minho tidak ada.
“Dia
ada di Korea. Apa kau lupa? Minho kan seorang artis. Tentu saja dia sangat
sibuk.” Jawab Tere sekenanya dan Sachy percaya begitu saja. Dia tampak
mengangguk mengerti, lalu dia kembali terpejam. Tere bernafas lega karena Sachy
tidak bertanya-tanya lagi. Namun tiba-tiba saja Sachy terbangun lagi.
“Apa
ada masalah dengannya?” Sachy menunjuk Nala yang rupanya belum kembali normal.
Tere segera menyikut lengan Nala agar membuat gadis itu sadar.
“Ah!
Aku lupa..bukankah aku bisa bahasa Indonesia?” Ujar Sachy pada dirinya sendiri,
lalu menoleh lagi ke arah Nala, “Apakah kau baik-baik saja? Karena dari
ekspresimu tadi, ku kira kamu sedang terkena serangan jantung.” Ucap Sachy pada
Nala. Nala yang sudah sadar hanya tersenyum kaku, dalam hati ia menjawab,
“Memang aku terkena serangan jantung Sachy dan kau tahu bahkan aku kira
jantungku akan segera melompat keluar saking terkejutnya aku.”
***
“Paman!
Bagaimana ini ?! Apa yang harus kita lakukan? Sachy tidak mengingatku yang dia
ingat hanyalah nama mantannya dan...OH! MY GOD!” Nala memegang kepalanya yang
mulai berdenyut-denyut. Tidak bisa ia bayangkan, Sachy yang sudah sembuh dari
kelainannya tiba-tiba kembali seperti dulu lagi. Bagaimana jika Sachy kembali
ke jalan yang sesat dengan mencari orang yang bernama Minho itu? Nala tidak
sanggup membayangkannya apalagi jika itu benar-benar terjadi.
“Itu
tidak akan terjadi.” Ujar Tere mencoba meyakinkannya kepada Nala dan terlebih
pada dirinya sendiri. Tere memandang wajah Nala yang terlihat sangat
mengenaskan, apa yang diinginkan Nala sama juga dengan apa yang dia inginkan.
“Selama kita menahan Sachy untuk tidak kembali ke Korea, maka semua itu tidak
akan terjadi. Kita harus bisa menahan Sachy disini sampai ingatan Sachy kembali
pulih, dia tidak akan kembali menjadi dirinya yang dulu selama dia tidak
bertemu Minho.” Mendengar ucapan Tere, Nala seperti mendapat suntikan harapan.
Ia mengangguk setuju.
“Dan
satu lagi..” Kali ini Tere memegang pundak Nala dan dia menatap Nala dengan
serius, “Kau harus berusaha membuat Sachy jatuh cinta lagi padamu Nala. Aku
yakin, itu akan membuat ingatannya lebih cepat kembali”
Nala
mengurungkan senyumnya, “Apakah aku bisa?” Tanyanya tidak yakin. Nala ragu
bahwa ia sanggup melakukan itu.
“Kau
pasti bisa Nala. Selama cintamu itu tulus pada Sachy, aku yakin Sachy akan
merasakannya meskipun otaknya saat ini tidak mengingatmu tapi cintanya tidak akan
pernah lupa padamu.” Ujar Tere sedikit puitis. Nala sedikit terpengaruh dengan
ucapan Tere dan entah datang darimana tiba-tiba munculah keberanian Nala meskipun
itu hanya sedikit, Nala berfikir tidak ada salahnya jika ia mencoba terlebih
dahulu.
***
Sachy
menatap Nala dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Entah apa yang sebenarnya
Sachy pikirkan, hanya saja ia ingin memastikan apakah benar ia pernah mengenal
gadis ini. Gadis yang dipandangin itu tampak salah tingkah sekaligus bingung,
sepertinya tidak ada yang salah dalam ucapan Tere tadi yang mengatakan, “Mulai
saat ini, Nala lah yang akan menjagamu, merawat, dan menemanimu sampai
kondisimu pulih. Banyak hal yang harus aku kerjakan, dan aku harap kamu bisa
mengerti.” Itulah kutipan perkataan yang tadi Tere sampaikan sebelum akhirnya
Tere pergi meninggalkan Nala dan Sachy dengan kebingungannya.
“Apa..ada
yang salah denganku?” Tanya Nala membuka percakapan. Hampir 5 menit berlalu,
dan Sachy hanya diam sembari menatapnya.. bukan! lebih tepatnya mengamatinya.
Itu tentu saja membuat Nala risih dan tidak tahan.
“Aku
penasaran..” Jawab Sachy sambil memiringkan wajahnya. Dia menaruh tangannya
dibawah dagunya sembari berfikir, “Apakah kita dulu benar-benar saling
mengenal?” Raut wajah Sachy mengatakan bahwa ia sama sekali tidak percaya
dirinya kenal atau bahkan dekat dengan gadis bernama Nala ini karena selama ini
dia tertutup dengan seorang wanita.
Nala
yang menangkap konotasi negatif dari ucapan Sachy barusan, menjawab, “Apakah
kau sulit percaya bahwa kau mengenal aku? Apakah aku gadis yang tidak pantas
untuk kau kenal ?” Dari nada Nala, terlihat bahwa ia sakit hati atas ucapan
Sachy barusan.
“Bukan
itu maksudku...” Sachy tampak merasa bersalah, dia menyusun kata-kata demi
memperbaiki ucapannya tadi, “Aku juga tidak tahu mengapa aku bisa berpikiran
seperti itu karena selama ini aku tidak pernah dekat dengan seorang wanita
manapun, teman-temanku semua laki-laki dan aku..” Hampir saja Sachy mengatakan
bahwa ia memiliki seorang pacar dari jenis yang sama, Sachy segera mengganti
kata-katanya, namun sekilas Sachy melihat wajah Nala berubah menjadi pias,
terlihat sekali air mata mengenang di matanya, “Sudahlah! Intinya kau tahu
sendiri bagaimana keadaanku sekarang. Oke..maaf jika ucapanku tadi menyinggung perasaanmu,
tapi kau juga tidak bisa menyalahkanku. Aku hilang ingatan, dan aku sama sekali
tidak bisa mengingatmu. Jadi..”
“Bisakah
kau mengizinkanku untuk membuktikanya padamu? Bahwa aku adalah gadis yang
pantas kau kenal. Meskipun aku tidak bisa mengembalikan ingatanmu tapi
setidaknya aku akan berusaha untuk melakukan yang terbaik untukmu karena dengan
cara itulah rasa bersalahku sedikit terkurangi.” Ujar Nala dengan suara yang
nyaris seperti orang menderita. Tapi Nala benar-benar mengatakan hal itu tulus
dari hatinya dan entah mengapa Sachy merasa dia bisa mempercayai gadis itu.
“Hmm...”
Sachy tidak langsung menjawabnya, dia tampak seperti orang yang sedang
mempertimbangkan sesuatu, “Baiklah. Itu terserah padamu.” Ujar Sachy dengan
nada cuek. Nala tersenyum bahagia, sekilas Sachy melihat senyum itu dan tanpa
ia sadari dia ikut tersenyum.
***
2 Minggu kemudian...
Nala
meregangkan otot-otot tangannya, rasanya sendi-sendi di tangannya akan terlepas
saking capeknya ia karena seharian ini dia sibuk dengan menulis. Banyak
pelajaran yang ketinggalan karena ia sibuk mengurus Sachy. Namun hari ini ia
tahu Sachy sudah pulang dari rumah sakit.
“Hftt...”
Nala menyenderkan badannya ke kursi. Ada helaan nafas berat yang barusan ia
hembuskan. Sepertinya rasa lelah di tangannya itu belum seberapa dibandingkan
rasa lelah hatinya. Sudah 2 minggu berjalan, namun tidak ada perkembangan yang
menunjukkan kabar baik dari Sachy. Sedikitpun tidak ada tanda bahwa dia bisa
mengingat Nala seperti dulu dan itu membuat Nala sedih. Hatinya seperti
tercabik-cabik. Tapi Nala tidak akan menyerah, karena ia tahu keberhasilannya
terletak pada kesabarannya. Dia yakin suatu saat Sachy akan kembali seperti
dulu.
”Trttt...trtt...” Tiba-tiba terdengar
suara getaran dari Hp Nala. Nala segera merogoh sakunya dan mengambil Hpnya.
Tertera nama “Paman Tere” di layar Hpnya. Langsung saja, Nala menekan tombol
penerima.
“Iya
paman?” Nala menjawab panggilannya. Di ujung sana, Tere langsung mengatakan
tujuannya.
“Ada
apa paman..? Apa? Sekarang paman? Baik.. baik.. aku akan segera kesana? Oke!”
Panggilan dimatikan. Dan Nala segera merapikan buku-bukunya dan memasukkannya
ke dalam tas. Dia pun segera melesat keluar kelas dengan kecepatan diluar
kendalinya. Rasa lelah di tangannya tadi karena menulis menguap entah kemana.
Apa yang sedang terjadi padanya langsung menghilang seketika itu juga saat Tere
menyuruhnya ke apartemen Sachy sekarang juga. Tere mengatakan kemungkinan
ingatan Sachy sedikit kembali dan Sachy menyuruh Nala menemuinya sekarang juga.
Hal itu tentu saja membuat Nala sontak bahagia. Tidak ada yang membuatnya lebih
bahagia saat ini selain Sachy yang sudah kembali ingatannya. Dia berharap hari
yang dinantikan itu segera tiba.
***
Nala
kini sudah berada di depan pintu apartemen Sachy. Sebelum ia memencet bel, Nala
mencoba merapikan dulu rambutnya yang ia yakin sudah berantakan seperti terkena
angin pitung beliung. Setelah dirasa rapi, Nala pun menekan tombol bel. Nala
merasa jantungnya berdegup kencang sembari menunggu pintu itu terbuka. Dia berharap
pintu itu tidak cepat terbuka, namun dia juga tidak mau menunggu terlalu lama
di depan pintu.
Namun
rupanya tidak ada 10 detik Nala memencet belnya, pintu itu terbuka. Nala
terkejut karena rupanya harapannya tidak terkabulkan. Dan Nala lebih terkejut,
saat Sachy yang membuka pintu itu langsung menarik tangannya masuk ke dalam
apartemennya, tanpa menunggu basa-basi meskipun itu sekedar ucapan salam, Sachy
bukan seperti membawa Nala melainkan seperti menyeretnya. Nala yang tidak siap
dengan tindakan Sachy ini, hanya bisa menatap penuh kebingungan. Dia tidak tahu
harus berbuat apa, yang dia lakukan hanya melihat tangannya yang kini sedang
digenggam oleh Sachy.
Di
ruang tamu, Nala melihat ada Tere. Langsung saja Nala meminta bantuan Tere
dengan tanpa suara, namun rupanya Tere hanya pasrah melihat apa yang sedang
dialami oleh Nala. Sepertinya Tere hanya bisa membantunya lewat doa.
Sachy
terus menyeret Nala tanpa sedikitpun membiarkan gadis itu tahu ataupun sekedar
bertanya mau dibawa kemana ia. Baru setelah sampai di sebuah pintu, Sachy
menghentikan langkahnya dan langsung melepas genggamannya. Nala hanya bisa
memegang tangannya yang mulai kemerahan karena genggaman Sachy yang lumayan
keras. Ingin sekali Nala bertanya, namun melihat ekspresi Sachy saat ini
jangankan untuk bertanya, untuk mengeluarkan suara pun Nala tidak mempunyai
keberanian.
Sachy
sempat memandang Nala dengan pandangan yang belum pernah Nala lihat sebelumnya.
Nala sampai bergidik dibuatnya. Tidak berapa lama kemudian Sachy membuka pintu
yang ada di depannya. Masih dengan tatapan yang tidak terlepas dari Nala, Sachy
menyuruh Nala melihat apa yang ada di dalam ruangan itu. Setengah takut, Nala
pun melihat ke dalam ruangan itu. Dan amat terkejutnya Nala melihat apa yang
ada di dalam sana. Bahkan Nala tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Ini
adalah sebuah kamar. Bukan kamar yang aneh, melainkan kamar yang begitu bagus,
rapi, dan bersih. Tapi ada sesuatu yang membuat Nala benar-benar terkejut,
yaitu sebuah pigura besar yang terpasang di dinding kamar itu. Pigura itu
berisi...fotonya!! Ya! Nala yakin dia tidak salah lihat meskipun dalam hatinya
dia merasa tidak percaya bahwa itu adalah fotonya. Mulut Nala sontan terbuka
lebar, dan Nala reflek mendekati pigura itu.
“Itu
belum seberapa, masih ada ini, ini dan ini.” Tiba-tiba Sachy membuka lacinya,
menunjukkan satu persatu foto Nala yang tersimpan di dalamnya.
“Dan..OMO!
Aku tidak percaya ini juga sama.” Sachy menunjukkan Hpnya dan IPADnya dan
rupanya di layarnya terpasang jelas wallpapernya adalah foto Nala. Nala menutup
mulutnya melihat semua itu, dia benar-benar terkejut melihatnya.
Sachy
tidak merasa menikmati ekspresi keterkejutan Nala, sekarang dia hanya ingin
menanyakan satu hal kepada Nala, “Jadi..katakan padaku siapa kamu sebenarnya ?”
Kini
Nala menatap Sachy penuh haru, dia tidak menyangka Sachy begitu menyukainya
selama ini. Nala tersenyum penuh arti, “Tentu saja. Aku adalah wanita yang kamu
cintai, Sachy.”
***
0 komentar on "Utang Cimol Part 14"
Posting Komentar