Kamis, 22 Agustus 2013

Friend..

di 06.40 0 komentar

Friend , berjanjilah padaku.. apapun yang terjadi kita adalah teman
Berjanjilah padaku, kau akan selalu mengingat namaku meski wajahku sudah tidak teringat lagi oleh mu
Berjanjilah padaku bahwa tiap detik kebersamaan kita akan menjadi suatu kenangan yang menurutmu sangat indah dan tak terlupakan
Dan..
Berjanjilah padaku.. kau akan selalu mendoakanku jika suatu saat nanti aku tiada dan jauh darimu...


Teman tetaplah teman .. tidak peduli dimanakah ia sekarang, seperti apa dia sebenarnya, bagaimana pikirannya tentang kita.. dia akan terus menjadi seorang teman..
Aku bersyukur karena saat aku berada di Pondok, aku memiliki teman-teman yang berada di sisiku..
Aku perkenalkan mereka..
Yang pertama : Soraya Umami..
Dia adalah teman kamar ku dan juga teman kelasku, dia teman yang selalu mendengarkan tiap keluh kesah, cerita, dan curhatku, dia teman yang pertama menabuh genderang peperangan saat ada teman lain menyakitiku, dia teman yang selalu siap kapan saja untuk membantuku, dan lebih dari itu dia adalah teman yang tak akan terganti..
Satu hal yang tidak akan aku lupakan dari sosoknya.. adalah kesetiannya. Dia adalah orang yang selalu menjaga kuat prinsipnya, bukan teman yang seperti bunglon (jika di dekat A akan membela A, jika di dekat B akan membela B), dia pendengar yang baik.. kau tahu bukan? Banyak orang yang mudah menjadi pembicara tetapi tidak mau menjadi pendengar ? Artinya mereka lebih suka menasehati dan tidak menyukai jika di nasehati..
Tapi Soraya Umami menunjukkan padaku.. bagaimana keseimbangan itu harus. Dia selalu menjadi pendengar baik dan dia akan menjadi pembicara saat dia harus berbicara.
Dia mengajarkan padaku arti kebersamaan dan aku pikir jika aku di tanya siapa orang yang membantuku untuk kuat dan bertahan berada disini... aku akan menjawab, salah satunya adalah dia...
Yang ke dua..
Umi Muzdalifah namanya.. Dia.. adalah sosok yang sulit aku gambarkan. Mengapa? Karena dia mungkin adalah teman .. yang paling sulit bisa aku pahami. Aku yakin.. mungkin di saat teman lain meninggalkanku, dia yang akan tetap tinggal bersamaku, saat teman lain.. tidak mau mendengarkanku.. dia akan tetap mendengarkanku.. di saat teman lain tidak percaya padaku.. dia akan tetap percaya padaku..
Entahlah, aku pun heran dengan sosoknya.. dia begitu lugu, polos, dan.. tidak tersentuh. Entah itu tersentuh dengan kebencian, dendam, iri, siasat buruk, pikiran buruk, dll..
Tidak ada yang mengenalnya lebih dekat kecuali yang ku tahu dia hanya terbuka dengan 2 teman dekatnya yaitu Mba Aisyah dan Mba Wiwi..
Aku tidak tahu apakah aku menjadi yang ke-3 sebagai teman dekatnya... Tapi yang jelas..aku menjadikannya sosok yang berarti buatku.. kekuatan dan semangatnya untuk mencari ilmu agama .. tidak akan pernah terkejar olehku. Satu-satunya orang yang kutemui yang pernah berkata, “aku rela mati di pondok ini.” Adalah dia..
Dasyat bukan? Benar! Itulah mengapa aku menjadikannya sebagai salah satu sosok yang  aku teladani..

Yang Ke tiga..
Hm.. satu orang yang aku sendiri tidak tahu alasan mengapa aku memilihnya.... dia adalah Maimunah, anak dari Cirebon yang wajahnya gak kalah cute dengan personil CherryBelle..
Dia .. masih kecil, umur nya terlalu jauh di bawahku, bayangkan saja aku lulus SMA sedangkan dia lulus SD. Kadang aku suka menertawainya atas tingkah kekanak-kanakkannya , kebawelannya, kemanjaannya, .. tapi aku sadari aku cukup terhibur karenanya..
Dia membuatku merasa menjadi sosok kakak .. meskipun aku sendiri meyakini aku belum dewasa, tapi dia dengan segala tingkahnya mau tidak mau membantuku untuk lebih mengerti dan mengalah..
Aku juga tidak tahu mengapa aku peduli padanya, menyayanginya seperti adikku sendiri..
Kadang tingkahnya yang suka ngambek itu membuatku rindu padanya..
Aku tahu,,dia kadang suka mendekatiku saat aku tidur, entah dengan membuka selimut yang menutupi wajahku, duduk di tempat tidurku, atau mungkin sekedar melirik ke arahku..
Yang jelas.. aku cukup terimakasih atas kehadirannya selama ini.. Mungkin aku tidak akan menemukan adik yang bawel, manja, cerewet, suka ngambek, lebay, tapi cantik, manis, imut, keren, seperti dia..

Masih banyak lagi nama lain yang tidak akan pernah aku temukan yang sama seperti mereka, Widi, Mba Susi, Mba Zulfa, Tenti, Indri, Mba Nisa, Mba Al, mba Fitri, Mba Titik, Mba Tuti, Mba Eva, Mba Hani, Mba Hani M, Mba Nafis, Riska, Mba Lia, Ika, dan nama yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu..

Friends.. aku berjanji, akan tetap mengingatmu meskipun mataku sudah tak dapat lagi melihatmu
Aku berjanji kalian tak akan tergantikan meskipun bibirku tak dapat lagi mengucapkannya
Aku berjanji cerita tentang kalian akan menjadi cerita yang indah meskipun aku tak dapat lagi mendengarnya
Aku berjanji.. di setiap langkah hidupku akan selalu ada nama kalian yang ku simpan di dalam hatiku meskipun tanganku tak dapat menggandengmu untuk selalu bersamaku..
Dan..
Aku berjanji.. aku akan mengingat ini sebagai memori kebahagianku dan tak akan terlupa di setiap kidung doaku..
Bersama kalian..adalah hal yang sangat ku syukuri, kawan.. J

Syukron Katsiron, Jazakillah, BarakallohuFik..


Selasa, 20 Agustus 2013

Tidak akan terlupa

di 08.33 1 komentar
Kita akan mengerti itu berharga saat kita kehilangannya,
Kita akan mengerti itu indah, saat kita tidak dapat melihatnya lagi
Kita akan mengerti itu terbaik, saat kita tidak menemukan yang lebih baik lagi selainnya..
Karena itu, seharusnya kita lebih mengerti dari awal.. dan bersyukur adalah cara pertama kita untuk berterimakasih atas semua yang Dia kasih di dalam hidup kita.. karena dengan begitu kita akan memahami bahwa Dia selalu mencintai kita..


Entah apa itu yang namanya persahabatan, aku pun tidak mengerti dengan jelas. Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaan itu. Karena semua perasaan itu tak dapat di jelaskan oleh indera ke limaku.Yang ku tahu bahwa Tuhan Maha Penyayang.. dan perasaan ku ini adalah sebagian sedikit dari banyaknya rasa kasih sayang-Nya yang tak akan pernah terjangkau..
Perasaan tak terlukiskan ketika kita menemukan orang yang benar-benar tulus menyayangi kita, satu hal yang perlu di ketahui.. bahwa sebanyak-banyak nya harta di dunia ini, tidak akan pernah sanggup membeli apa itu yang namanya ketulusan...
Masih terlintas di benakku.. saat itu aku jatuh sakit. Aku merasakan ujian paling berat di Pondok itu adalah saat aku harus sakit. Kita harus berada di kondisi yang tidak mengenakkan, tidur di kasur yang aku sebut sebagai kasur “merana” (kasur tempat orang yang tidak berdaya), tidak ada yang memerhatikan, semua “usdek” alias urusan dewek-dewek..
Di saat itulah seharusnya kita sedang belajar bahwa tidak ada yang kita harapkan kecuali kepada Allah semata.
Aku merasakan bagaimana air mata ini mengalir saat teringat oleh orang tua ku.. dulu, mungkin ketika aku sakit mereka akan berada di sampingku, merawat, memerhatikan, mempedulikan ku dengan kasih sayang tanpa pamrih nya sampai aku sembuh..
Tapi disini? Aku menangis sejadi-jadinya.. rasanya aku ingin kabur, berlari sekencang-kencangnya, dan berteriak “Aku ingin pulang”
Tapi..
“Dih! Cengeng! Baru ngerasain sakit kaya gitu aja udah nangis. Manja! Gak malu apa .. udah tua kok” Tiba-tiba saja ada seseorang mengatakan itu membuatku seperti tertendang sampai ke Kutub Selatan. Aku malu, seperti tertampar, dan itu membuatku kesal.
Aku melirik sebal ke arah orang yang tadi mengatakan itu padaku, “Mba Ainoel gak ngerasain sih apa yang aku rasain!.”
Dia tersenyum ke arahku, seperti menertawaiku dan membuatku tersadar, tentu saja tidak ada orang di dunia ini yang tidak pernah merasakan apa yang aku rasain, tiap orang pasti pernah sakit. Dan aku lagi-lagi merasa dia sedang mengejekku atas kekonyolanku dan sifat kekanakku tadi.
Meskipun dia mengatakan itu, tapi dia tetap saja yang merawatku. Tidak pernah lupa membelikan makanan untukku, menemaniku ketika aku hendak ke kamar mandi, mencucikan pakaianku, mengambilkan obat untukku, belum lagi ketika aku muntah.. mengelap air mataku, mengompres keningku, semua itu dia lakukan persis seperti orang tuaku..
Bukan hanya dia, ada juga nama seperti Soraya Umami, Tuty Alawiyah, Widyani, Kholifatul Zulfa, Susi Sulistiawati, Umi Mudzalifah, Indriyani, Titik Asyamul M, yang tanpa kuminta ikut merawatku, menyemangatiku, menemaniku, dan itu semua benar-benar indah.. kau tahu? Tidak ada kata yang tepat untuk melukiskan perasaan yang aku rasakan saat itu.. dan ucapan ‘terimakasih’ tidak akan cukup aku berikan pada mereka..
Mereka semua.. Allah kirimkan untukku... dan aku menyadari inilah yang dinamakan dengan kekuatan...

Mba Ainul, ingatkah kamu? Saat kita berada di kolam saat itu.. hanya ada kita berdua.. di depan keran , di saat butiran hujan jatuh, di bawah langit malam dan para penghuninya, dan lebih dari itu.. di hadapan Tuhan yang muhal Tuli dan Buta.. aku pernah mengatakan bahwa semua ini ... tidak akan pernah aku lupakan. 



Terimakasih

di 07.30 0 komentar




Apa yang membuat persahabatan itu indah ?
Karena persahabatan memiliki rasa kesal sekaligus maaf, juga benci sekaligus sayang..

Tidak ada yang bisa lolos dari yang namanya pertengkaran. Pertengkaran itu akan selalu ada, sekecil apapun. Tapi pertengkaran itu akan berubah menjadi indah takala rasa maaf itu hadir di tengah-tengah memberikan kebahagian dan menambahkan rasa sayang..

Sifat egoisme selalu ada pada diri manusia tak luput bagi diriku yang termasuk manusia. Kadang ada rasa ingin di hargai, di akui, di anggap, di pandang, di rasa..
Seiring bertambahnya usia persahabatan kami, tak luput juga pertengkaran hadir sebagai bumbu penyedap.. Entah berapa kali kami bertengkar, 3, 4, 5 atau mungkin lebih..
Di setiap pertengkaran, seringnya lah aku yang menjadi tokoh yang marah.. sedangkan Ainul adalah tokoh yang aku marahin..
Tidak pernah ada kata-kata kasar dengan nada keras terlontar, hanya diam seribu bahasa. Tapi meskipun hanya diam.. itu sudah begitu sangat menyakitkan, karena yang tadinya selalu bersama, berbincang, sekarang hanya untuk sekedar menyapa pun menjadi begitu sangat langka bagi kami..
Aku adalah tipe orang yang kuat jika di suruh ‘ngambek’, meskipun sebenarnya itu juga sangat menyiksaku karena aku juga tipe orang yang kalau marah anget-angetan ta’i ayam..
Tidak sulit bagi orang meminta maaf padaku, dan itulah mengapa aku begitu heran padanya..
Sebenarnya obat dari penyakit ‘ngambek’ku adalah kata ‘maaf’.. Ibuku sudah sangat memahaminya.. tapi nampaknya bagi seorang Ainul Khasanah.. dia tidak bisa memahaminya atau mungkin lebih tepatnya tidak mau memahaminya..
Entahlah, dia pun ternyata kuat di ‘ngambek’ in orang. Terbukti pernah suatu ketika, kami diem-diem-an hampir seminggu padahal kami tahu bahwa Kanjeng Nabi melarang umatnya untuk diem-dieman lebih dari 3 hari.. Selama seminggu itulah aku merasa begitu sangat kesepian meskipun rasa kesepian itu Aku sembunyikan rapat-rapat di hadapannya.. Ingin aku meminta maaf padanya tapi rasa ‘gengsi’ ku langsung protes dan menolak mentah-mentah. Pada akhirnya keinginan minta maaf terlebih dahulu itu hanya bisa aku telan kembali...
Aku akui, aku memiliki sifat egois dan gengsi yang tinggi.. itulah mengapa butuh porsi kesabaran yang lebih untuk menghadapiku (*senyum kesadaran)
Syukurnya Ainul memiliki perut yang besar untuk menampung porsi lebih itu.. (ehh bukan perut tapi hati.). Seringnya dia yang akhirnya minta maaf padaku atau mengajak aku ngobrol dulu atau mengirimku surat terlebih dahulu..
Pernah, sekali.. kita bertengkar hebat, bahkan jika aku boleh lebay, aku menyebutnya sebagai perang dunia ke-3. Aku begitu marah padanya meskipun aku tahu dia tidak sepenuhnya salah. Tapi lagi-lagi Setan dalam diriku menang, aku pun mengetuk palu 3 kali.. ‘bahwa aku tidak akan mengalah.’
Tapi rupanya dia pun ‘membusungkan dada’ , seolah berkata padaku ‘tidak ada bendera putih lagi kali ini’. Aku pun hanya tersenyum sinis, rupanya dia juga tidak mau mengalah. “Oke.. kita lihat saja nanti, siapa yang akhirnya akan mengalah terlebih dahulu..”
Lalu.. bagaimanakah akhirnya? Siapakah yang menang..?
Rupanya aku dulu yang meminta maaf padanya, lewat surat yang aku titipkan pada temanku yang bernama Aya. Dan ternyata.. dia pun juga akan melakukan hal yang sama. Dia berkata, sebenarnya dia sudah niat akan mengirim surat untukku..
Dalam balasan surat yang dia tulis untukku, dia berkata .. bahwa dia juga menyesal dan menjelaskan semuanya padaku tentang perkara yang telah membuatku marah..
Dan.. aku baru tahu ternyata dia tidak seperti yang aku pikirkan, bukan! Bukan karena dia ‘membusung dada’ atau tidak mau mengalah selama ini.. karena sebenarnya dia tidak memiliki gengsi yang tinggi seperti ku,
dia ikut mendiami ku karena dia tahu.. satu-satunya cara untuk berdamai adalah membiarkan waktu,,
Membiarkan waktu untuk membuatku berfikir dan memahami keadaan yang sebenarnya.. karena jika kata ‘maaf’ itu langsung terlontar, aku tidak akan bisa berfikir dan memahami keadaan yang sebenarnya..
Ya! Kejadian itulah yang membuatku sadar.. bahwa aku bersyukur mengenalnya dan menjadikannya sahabatku, karena dengannya yang memahamiku dan mengerti diriku lebih dari diriku sendiri..


Untukmu.. “Terimakasih yaa”

Awal Mula...

di 07.13 0 komentar
Awal Mula..

           
“Saat itu.. aku menganggap bahwa seorang sahabat hanyalah seorang teman yang selalu ada saat kita ada. Tapi saat ini aku sadar bahwa sahabat yang sebenarnya adalah seorang teman yang selalu ada di saat kita ada dan tidak ada...”

Perjumpaanku dengan seorang gadis bernama Ainul Khasanah dimulai saat aku baru berumur 1 hari di Pondok Pesantren Syech Said Bin Armia. Hari itu aku sudah banyak berkenalan dengan teman baru dan aku baru melihat dia.. Betapa masih lekat di ingatanku, saat itu dia sedang berdiri di depan pintu kamar 3 (Kamar ku dan juga kamarnya). Dia menatapku sembari ingin menghulur senyum sedangkan aku menatapnya sembari menyembunyikan senyum.
Hari semakin berlalu.. dan aku hanya mengenal nama panggilannya, “Ainul”. Tidak ada yang aku tahu tentangnya selain dia gadis yang putih, ada tahi lalat di atas bibirnya, dan.. cantik.
Dia memiliki seorang saudara bernama Fitri, dan saat itu aku lumayan dekat dengan saudaranya. Seiringnya waktu .. aku mulai mengamati tingkah lakunya yang tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya yang baru mencicipi status menjadi seorang santri.
Dia orang yang tidak ada malu, selalu tersenyum, tertawa, meledek bahkan memeluk seseorang yang baru di kenalnya. Bukan hal yang mudah melakukan itu, karena butuh kehati-hatian yang super untuk menjaga ‘imej’ kita di depan orang yang baru mengenal kita. Menurutku pandangan orang pertama tentang kita itu adalah sesuatu yang sangat penting dan sakral, aku sangat menjaga diriku di depan orang yang baru mengenalku. Tapi dia.. seolah menolak pemikiranku. Dia bersikap apa adanya, tidak peduli apa pandangan pertama orang tentangnya. Sifatnya itulah yang baru ku sadari.. adalah sifat menjadi diri sendiri. Tidak di buat-buat apalagi di lebih-lebihkan..
Suatu hal lagi yang membuatku tiba-tiba berubah menjadi kagum padanya adalah sifatnya yang sabar..
Sampai detik ini pun aku tidak pernah melihatnya marah-marah, hanya sekilas kemudian kemarahannya itu dengan cepatnya hilang begitu saja..
Lalu muncullah keinginanku.. untuk lebih dekat dengannya. Dengan keberadaanku disini, aku sadar bahwa aku membutuhkan seseorang yang bisa aku percaya untuk dijadikan seorang sahabat..
Dan pilihanku jatuh pada sosoknya. Aku sudah begitu kagum dengan keramahannya, sifat polosnya, sabarnya, dan semua itu membuatku merasa aku tidak akan kesepian berada di Pondok ini jika bersahabat dengannya.
Malam itu, malam ‘ta’liman’ (Pengajian yang diisi langsung oleh Kyai ku) aku mengatakan padanya tentang apa yang aku inginkan. Dan dia pun tersenyum sembari mengangguk. Aku membalas senyumnnya. Lalu aku menghulurkan tanganku, dan dia langsung menerimanya.


Jabatan tangan malam itu.... kami artikan sebagai awal mula persahabatan kami....

Minggu, 18 Agustus 2013

Utang Cimol Part 16

di 08.31 0 komentar
                Sachy Series :
                Saat itu.. rasanya dunia seperti berhenti berputar. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba detik seperti berhenti di depanku. Aku terpaku.. meskipun tidak mengingatnya, tapi tubuhku rasanya sudah pernah mengalaminya, rasanya begitu hangat..

                                                                                                ***

                Sachy membuka matanya, tidak berapa lama dia kembali menutupnya lalu tiba-tiba dia membuka matanya lagi, kemudian menutupnya lagi.. begitulah yang terus ia lakukan sepanjang pagi ini tepatnya setelah ia bangun dari tidurnya.

                Hari telah berjalan seperti biasanya, kejadian kemarin adalah masa lalu yang telah terlewat tapi entah mengapa Sachy merasa kejadian kemarin masih dapat ia rasakan. Sachy bingung sekali tentang apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Sachy kembali menerawang, tiba-tiba saja dia memegangi bibirnya..
                “Argtttt!!” Sadar bahwa dia sedang mengingat kembali kejadian dimana dia mencium kening Nala, Sachy langsung membangunkan tubuhnya dan terduduk. Sachy menutup wajah bingungnya dengan kedua telapak tangannya, sampai sekarang ia masih belum bisa menjawab pertanyaannya, “mengapa ia bisa melakukan itu?”
Sachy  mencoba mengingat sesuatu, apa saja. Dia berharap ada suatu petunjuk yang dapat membantunya. Sachy berusaha sekuat mungkin untuk mengingat, tetapi.. hasilnya tetap saja Nihil. Sachy menghela nafasnya.
“Trttt..Trttt..” Tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Sachy tahu ada sebuah pesan masuk. Sachy pun segera mengambil ponselnya dan melihat isinya. Tapi kemudian..tiba-tiba saja Sachy mematung di tempatnya. Sachy tahu bahwa ada suatu masalah lagi yang menimpanya. Belum selesai masalah kemarin, datang masalah baru lagi. Ya! Sachy harus bingung berkali-kali lipat sekarang karena entah kenapa tiba-tiba saja jantungnya berdetak dengan cepat saat dia tahu bahwa pesan itu dari seorang bernama ‘Nala’.
                                                                               
                                                                                ***

From : Nala

Sachy.. nnt pergi bareng yuk? Mau gak?


                Sachy memandangi layar ponselnya tanpa berkedip. Namun sedetik kemudian tiba-tiba dia langsung berubah panik, “Omma!!” Sachy menoleh kesana-kemari seperti meminta bantuan, tapi dia sadari bahwa tidak ada siapa-siapa di sampingnya, “Ottokke...ottokke...” Sachy tidak sadar bahwa dia terlihat seperti orang bodoh sekarang.

Reply
To : Nala

Mau banget.. kapan?

                Sachy tidak sadar saat menulisnya tapi saat dia akan mengirimnya tiba-tiba saja Sachy langsung tersadar, dan saat itu juga dia langsung berteriak, “Omma! , bagaimana mungkin aku menulis seperti ini??”
                Sachy pun langsung menghapusnya saat itu juga


Reply
To : Nala

                Hm..sepertinya aku sibuk..

                Sachy pun kembali mengamati tulisannya sebelum ia menekan pilihan ‘send’ di layar ponselnya. Namun sepertinya dia merasa ada yang salah dengan tulisannya, tulisannya itu seolah ia menolak padahal sebenarnya dia pun mau. Sachy menggeleng sambil menghapus tulisannya lagi.

Reply
To : Nala

                Oke, kapan?

                Dan Sachy merasa ini adalah tulisan yang paling baik di antara tulisan-tulisannya sebelumnya. Sachy menahan nafasnya saat mengirim pesan itu, dan saat pesan itu akhirnya terkirim, Sachy pun mengeluarkan nafasnya.
                “Oh Tuhan.. sepertinya aku benar-benar tidak waras sekarang.” Ujar Sachy di dalam hatinya.

                                                                                                ***

                “Kita.. mau ngapain di sini?” Tanya Sachy heran sekaligus sedikit kecewa karena rupanya Nala mengajaknya ke sebuah Mall. Sachy kira dia akan pergi ke sebuah tempat yang asyik seperti pantai, taman, atau mungkin ke tempat yang sejuk di daerah Bandung tapi rupanya hanya ke sebuah Mall yang terletak di kawasan Ibu Kota. Sachy memandangi Nala dengan mata yang menyipit, ‘Jangan-jangan gadis ini ingin aku menemaninya berbelanja ?’ Pikiran buruk Sachy kepada Nala.
                “Kita mau ke Rumah Hantu.” Jawab Nala dengan senyum yang lebar. Seperti habis memenangkan sebuah undian, Nala tampak bahagia. Sachy hanya bisa melongo melihatnya. Tapi-tiba-tiba saja perasaan itu muncul lagi, perasaan yang membuat masalah bagi Sachy..
                “Sachy.. kamu kenapa? Dada kamu sakit ya?” Tanya Nala dengan ekspresi kawatir, kebahagiannya langsung hilang berganti dengan wajah yang pucat.
                “Gak apa-apa kok.” Jawab Sachy sembari berusaha tersenyum. “Ayuh.. kita kesana,” Ujar Sachy lagi mengalihkan perhatian Nala, karena Nala sepertinya tidak mempercayainya. Sachy juga tidak mungkin menceritakan pada Nala bahwa dia sepertinya.. mulai menyukainya.
                “Oke.” Meskipun masih tidak percaya, Nala pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti perintah Sachy. Dengan sengaja Nala menggenggam tangan Sachy, meskipun ia tahu Sachy nampak terkejut setengah mati, tapi Nala tidak peduli.
                Sachy pun hanya bisa terkejut tapi dia tidak berusaha melepaskannya. Tanpa mereka sadari, mereka berduapun sama-sama tersenyum. Rupanya sebuah taman yang indah tumbuh mekar di hati mereka berdua.

                                                                                                ***


                “Hi...Hi...Hi...” Hantu wanita itu berjalan mendekati, dengan rambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya. Sebelah matanya yang terlihat tampak begitu menyeramkan. Belum wajahnya yang penuh luka dan suara cekikikan yang terdengar menggema di seluruh ruangan membuat bulu kuduk berdiri.
                “AAARRRGTT!” Seseorang berteriak tanpa bisa ia tahan lagi. Ke dua tangannya ia gunakan untuk menutupi seluruh wajahnya. Kakinya pun mulai gemetaran.
                “Sachy!!” Nala sama sekali tidak mempercayai dengan apa yang di lihatnya. Dia berteriak memanggil nama orang yang sedang ketakutan itu. Rasanya dia ingin sekali..
                “HAHAHAHA!” Tawa Nala pecah dengan kencangnya. Mengalahkan suara cekikikan dari Mba Kuntilanak tadi. Hampir seluruh pengunjung melihatnya aneh.
                “Mwo?” Sachy bertanya heran, dia merentangkan sedikit jarinya agar dapat melihat Nala.
                “Kamu.. cowok kan Sachy? Kenapa kamu menjerit ketakutan seperti seorang cewek?” Nala memegangi perutnya yang terasa mulai sakit akibat tawanya yang melebihi batas orang normal.
                “Yya! Ini begitu menakutkan tahu! Apa kau tidak lihat wajahnya tadi? Bahkan dengan monster saja masih menakutkan itu.” Ujar Sachy tersinggung dengan ucapan Nala yang mengejeknya.
                “Ok! Ok! Maaf..” Nala meminta maaf karena sudah membuat Sachy tersinggung tapi bibirnya terlihat masih ingin tertawa. Sachy mengerucutkan bibirnya.
                “Mba..Mba..” Tiba-tiba saja ada yang mencolek pundak Nala dari arah belakang. Nala pun tanpa curiga langsung menoleh. Saat dia menoleh,.. wajah pocong sudah berada di dekat wajahnya. Dengan mata melotot, muka seputih tembok, bibir yang rusak, dan gigi yang meringis..
                “ARGTTTT!!!” Sontak Nala pun berteriak histeris. Bahkan dia melakukan hal yang lebih parah di banding Sachy.

                                                                                                ***

                “Hhh...Hh..Hh..” Ke dua orang itu tampak kompak mengatur nafas mereka yang memburu tidak beraturan. Mereka berdua tampak duduk selonjor. Mereka tidak peduli dengan orang-orang yang melihat mereka sambil tersenyum-senyum. Yang ada dipikiran mereka adalah ‘capek’ dan mereka ingin meluruskan kaki mereka karena entah berapa jauh tadi mereka berlari.
                “Hh..Hh..Hh..jangan..per..hh..nah..hh..ajak...hh..aku...kesini..lagi...” Ujar Sachy di tengah nafasnya yang memburu. Nala hanya diam. Sachy pun melirik Nala.
                “HA..Hh..HAHA..hh..HAHAHA” Bahkan Sachy tidak peduli dengan suaranya yang terdengar aneh sekarang. Sachy memadukan antara tawa nya di tengah nafasnya yang masih ngos-ngossan. Tapi Sachy benar-benar ingin tertawa sekarang. Bagaimana tidak, jika dia melihat wajah Nala yang begitu lucu.
                “Kenapa ketawa?” Tanya Nala heran melihat Sachy yang tertawa dengan nada yang begitu aneh.
                “Wajah kamu putih banget kaya setan yang tadi ada di dalam.” Jawab Sachy dengan polosnya sambil tertawa.
                “Ini karena aku masih takut Sachy! Aku baru lihat wajah pocong sedeket itu!.” Ujar Nala.
                “Nah! Kamu kena karma kan? Tadi kamu ngetawain aku karena aku berteriak melihat Setan berambut panjang tadi.. lah kamu? Teriakan kamu seperti teriakan tarzan, udah gitu kamu makai manjat ke tubuh aku segala lagi, tadi kamu gak tahu gimana aku kesusahan karena aku lari sambil ngendong kamu yang berat! Kaki aku capek sekali!.” Sachy memegangi kakinya yang pegal-pegal. Nala melirik kaki Sachy sekilas, dan terlihat merasa bersalah.
                Nala mengingat kejadian tadi. Betapa memalukannya dia, Nala tidak sadar saking ketakutannya dia sampai manjat ke tubuh Sachy. Dia tidak mau turun dari tubuh Sachy. Dia bahkan memeluk leher Sachy dengan kencangnya. Nala yakin pasti Sachy tadi kerepotan sekali karena ulahnya.
                “Maaf...” Ujar Nala meminta maaf atas kesalahannya.
                “Gwenchana. Tapi aku senang kok..” Ujar Sachy sambil tersenyum lalu mengacak-ngacak rambut Nala. Nala terdiam, “Eh? Dia senang..?” Dalam hati Nala bersyukur.. gak apa-apa deh kalau dengan dikejar pocong, itu membuat Sachy senang. Bahkan Nala mau di kejar 10 pocong kaya tadi kalau itu bisa membuat Sachy tertawa. Tapi pastinya dengan syarat Sachy harus rela jika Nala minta digendong.
                Nala jadi tersenyum sendiri.
               
                                                                                                                ***
                “Makasih yah.. udah mau temenin aku jalan-jalan.” Ujar Nala sambil tersenyum kepada Sachy saat laki-laki itu sudah mengantarkannya sampai ke rumahnya.
                “Ya! Sama-sama.” Jawab Sachy sambil membalas senyum Nala. Dia melambaikan tangannya tanda ‘sampai jumpa’. Dia berharap bisa bertemu gadis itu lagi, besok dan seterusnya.
                Nala pun membalas lambaian tangan Sachy. Tidak berapa lama mobil Sachy melaju. Nala tidak mengalihkan tatapannya pada mobil Sachy sampai mobil Sachy berbelok. Dan di dalam mobil, Sachy pun tidak melepas tatapannya dari kaca spion mobilnya sampai dia sudah tidak bisa lagi melihat gadis itu terpantul dari dalam kaca spionnya.

                                                                                                ***

                Sachy merebahkan badannya di kasur empuknya. Sembari menatap langit-langit kamarnya, Sachy mengingat kejadian yang barusan terjadi dengannya. Dia mengingat bagaimana tubuhnya sedekat itu dengan Nala saat gadis itu memeluk dirinya dan dia menggendong tubuh gadis itu dengan jarak yang lumayan jauh. Mungkin Nala tidak begitu memerhatikannya karena dia begitu sangat ketakutan tadi, tapi bagi Sachy.. itu adalah hal paling menegangkan yang ia alami di banding ia bertemu wajah wanita berambut panjang itu tadi. Ketakutannya pun langsung hilang begitu saja, saat dia merasakan aroma sampo dari rambut Nala dan merasakan beban badan Nala yang dia angkat. Entah mengapa.. dia ingin terus mengangkat tubuh itu.
                Sachy tersenyum sendiri.. apakah dia mulai suka pada gadis itu? Apakah dia telah berubah menjadi laki-laki normal? Inikah rasanya menyukai seorang wanita? Sachy tidak tahu jawabannya sendiri, namun apapun namanya rasa yang sedang dia alami ini, Sachy hanya tahu sekarang dia begitu bahagia. Ya! Sachy merasa tidak pernah sebahagia ini di dalam hidupnya.
                Ah.. Bukankah aku memang mencintainya? Sachy ingat saat gadis itu berkata bahwa dia adalah gadis yang dicintai oleh seorang Sachy Saldheves. Tapi karena Sachy hilang ingatan, dia jadi lupa pada gadis itu. Rupanya sekarang Sachy menyadari, bahwa dia kembali jatuh cinta pada gadis itu. Dan gadis itu sukses besar membuat seorang laki-laki gay sepertinya jatuh cinta baik sebelum dia hilang ingatan maupun saat ia hilang ingatan.
                “Ini...unik.” Ujar Sachy sambil menerawang.

                                                                                                ***

                “Trtt..Trtt..Trtt..” Suara NeYo membangunkan Sachy dari mimpi indahnya. Dengan mata yang masih terpejam, Sachy berusaha menggapai Ponselnya. Namun karena tidak sadar ponselnya itu berada di ujung tempat tidurnya, Sachy pun tidak bisa menahan saat ponsel itu jatuh.
                “Prak!” Dan Sachy langsung terbangun saat dia mendengar suara ponselnya itu yang jatuh. Langsung saja Sachy mengambil ponselnya dari atas tempat tidurnya. Dia melihat cashing ponsel nya itu sudah terlepas. Baterainya pun sudah keluar dari tempatnya. Sachy pun memunguti benda-benda itu. Di saat dia sedang mencari baterai ponselnya yang ternyata masuk ke dalam kolong tempat tidurnya, tidak sengaja Sachy melihat sebuah kotak besar ada di dalam kolong tempat tidurnya itu.
                Penasaran dengan kotak itu, Sachy pun mengambil kotak itu. Dia baru melihat kotak itu, dan dia tidak mengingat kotak apa itu. Sachy yakin ini pasti kotak yang ia simpan saat dia belum hilang ingatan. Sachy pun membuka tutupnya untuk melihat isinya.
                Saat ia membuka kotak itu, kening Sachy langsung berkerut. Dia melihat sebuah botol kaca yang berisi uang-uang receh. Sachy heran, untuk apa ia menyimpan uang itu?
                Lalu Sachy melihat ada sebuah buku Dyari yang sudah tua. Sachy membuka halaman pertamanya.
                “Catatan Putri Naila..”
                Benak Sachy langsung menebak, ini pasti buku Nala. Sachy pun heran mengapa ia menyimpan buku dyari Nala. Sachy tidak berharap, dia mencuri buku ini dulu. Sachy pun membuka halaman selanjutnya..
                15 Mei 2011...
                Dyari, ini adalah pertama kalinya aku masuk sekolah. Sekolah baruku yang bernama SMA Nusa Bangsa. Sekolah impianku dan aku senang karena aku bisa masuk kesana karena beasiswa. Spt yang kau tahu Dyari...sebenarnya ini bukan Cuma impianku saja tapi ini juga harapan Ayah..
Dan sekali lagi ini berkat aku bertemu dengan takdir...Aku tidak menyangka ini benar-benar terjadi, Tuhan telah menggantinya Dyari.. kau percaya Tuhan tidak akan mengutang janji..dia pasti akan menepatinya...

                Sachy semakin mengkerutkan keningnya. Ini memang benar-benar sebuah Dyari. Lalu untuk apa dia menyimpannya? Sachy mencari tulisan terakhirnya..
               
1 Juli 2012
                Sally telah pergi...

                Sally? Siapa Sally? Batin Sachy bertanya.  Oh..rupanya di halaman terakhir ada sebuah tulisan lagi. Tapi Sachy tahu .. ini tulisan tangannya.

                Maafkan..Maafkan aku..
                Mungkin sebuah penyesalanku pun tidak akan pernah sanggup menebusnya..
                Aku tidak tahu harus bagaimana...
                Apa yang harus aku lakukan...
                Oh Tuhan.. tolonglah aku...
                Jika nyawa ku sanggup membuat dia memaafkanku, aku rela jika Engkau mengambilnya...

                Sachy terkejut membacanya. Benarkah ia menulis tulisan ini dengan tangannya? Mengapa ia menulis seperti ini? Apa yang telah ia perbuat di masa lampaunya?
                Lalu tanpa diminta oleh Sachy, sebuah kenangan melintas di pikiran Sachy. Sekilas namun Sachy dapat melihatnya dengan jelas. Sachy langsung tersadar. Dia tahu ini sebuah petunjuk untuknya. Ya! Petunjuk untuk mengembalikan lagi ingatannya yang hilang.
                Dengan cepat Sachy langsung membuka isi kotak itu lagi. Mencari barang-barang lainnya. Kini Sachy menemukan sebuah majalah. Diambilnya majalah itu, lalu di pandangnya dengan lekat.Dia melihat ada fotonya juga foto Nala. Sachy membaca perlahan tulisan yang ada di majalah tersebut. Dan matanya langsung melebar. Dengan cepat Sachy langsung membuka isi majalah tersebut. Dia membaca tulisan di artikel tersebut.
               
                “Sachy Saldheves mengaku kalau dia telah memiliki seorang pacar. Dia berkata pada penggemar-penggemarnya bahwa dia tidak ingin diganggu. “Maaf ya.. aku udah punya cewek.” Tuturnya kepada semua orang yang melihatnya.”

                Setelah Sachy membaca tulisan di paragraf pertama itu, tiba-tiba saja kenangan kembali melintas di pikirannya. Kenangan itu berupa potongan-potongan. Sachy melihat ada seorang gadis yang menatap benci ke arahnya, lalu dia menarik seorang gadis yang sedang naik sepeda, Sachy memberhentikannya, lalu dia menarik tangan gadis itu, gadis itu menatap Sachy lagi dengan benci.
                Sachy mengedipkan matanya. Dia mulai ingat sekarang.. ya! Itulah awal pertemuannya dengan Nala.
                Sachy semakin tertarik. Dia ingin tahu lebih banyak lagi. Sachy menemukan sebuah majalah lagi. Kali ini dia terkejut saat membaca tulisan di majalah tersebut. Tiba-tiba saja aliran darah nya seperti berjalan dengan cepat dan jantungnya langsung memompa dalam batas yang tidak wajar. Jantung Sachy seperti akan melompat keluar.

                                                                                                ***


                Sachy menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Dia tidak peduli hujan sedang mengguyur dengan begitu derasnya dan dia juga tidak peduli bahwa hari sudah larut.
                Sachy menaikan lagi gigi mobilnyanya, dan menginjak gasnya lebih kuat. Dia ingin lebih kencang lagi. Dia ingin mobil ini dapat sampai ke tempat tujuannya dengan secepat-cepatnya.
                Sachy menginjak remnya dengan kuat dan mobil itu berhenti mengikuti pengendaranya dengan suara decitan yang kencang. Sachy melepaskan sabuk pengamannya dan melihat ke rumah yang menjadi tempat tujuanya. Dengan cepat Sachy keluar dari mobilnya. Di tangannya dia membawa sesuatu.
                Kemudian Sachy mengetuk pintu rumah tersebut untuk meminta sang pemilik keluar. Sachy harap yang keluar adalah orang yang dia cari, jadi dia dapat bertanya langsung tanpa menunggu banyak waktu.
                “Sachy...” Seseorang terlihat terkejut saat dia membuka pintunya karena melihat Sachy berdiri di depannya dengan wajah yang sangat dingin. Orang itu benar-benar bingung melihat Sachy datang ke rumahnya di malam-malam seperti ini. Apakah..ada suatu hal yang terjadi? Tanya Orang itu di dalam hatinya. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa cemas.
                “Bisa aku bertanya padamu?” Ujar Sachy tidak peduli dengan wajah terkejut orang yang ada di depannya itu.
                “Hmm..Bi..bisa..kamu..masuk dulu...” Ujar orang itu lagi dengan nada ketakutan karena melihat tatapan Sachy yang seperti akan membunuhnya, meskipun dia yakin itu tidak akan mungkin.
                “Tidak usah! Aku hanya punya waktu sebentar.” Ujar Sachy menolak. Orang itu tampak terpaku,
                “waktu sebentar? Maksudnya?” Tanya orang itu tidak mengerti.
                Sachy tidak menjawab, dia justru mengeluarkan sesuatu. Sebuah majalah. Sachy menyerahkan majalah tersebut kepada orang itu. Orang itu menerima majalah dari Sachy namun sedetik kemudian wajahnya berubah pucat. Dia tahu majalah apa ini.
                “Katakan padaku, apa kamu yang telah membuat aku melakukan itu?” Tanya Sachy dengan suara yang menakutkan. Orang itu terdiam. Lidahnya tiba-tiba saja kaku, dia tidak bisa mengeluarkan suaranya.
                “Jawab Nala!!” Tanpa sadar Sachy membentak. Nala terkejut setengah mati. Dia menatap Sachy dengan air mata yang langsung mengenak di pelupuk matanya.
                “Sachy... aku...” Nala tidak bisa berbicara. Tiba-tiba ada sesuatu yang mengunci bibirnya untuk berbicara..Nala tahu, itu adalah air matanya! Karena entah mengapa air matanya sudah ingin keluar dan dia menahannya sehingga tenggorokannya begitu sakit.

                “Sudahlah! Aku sudah tahu.” Sachy memotong ucapan Nala. “Aku tidak butuh penjelasanmu. Tapi yang jelas sebelum aku pergi.. aku ingin mengucapkan, ‘terimakasih untuk semua yang udah kamu perbuat pada aku Nala’. Terimakasih sudah membuat hidupku hancur seperti ini. Mengingatmu adalah sesuatu.. yang sangat aku sesali seumur hidupku.” Sachy mengucapkan itu kemudian langsung pergi. Nala pun hanya terpaku di tempatnya.
Dia sudah tidak sanggup lagi membendung air matanya yang tiba-tiba saja sudah meluap begitu derasnya membanjiri wajahnya. Nala tidak bisa melakukan apa-apa. Dia hanya menatap kepergian Sachy dengan perasaan yang tercabik-cabik. Nala terjatuh.. dia tidak kuat lagi berdiri. Di peluknya majalah itu sambil terisak.

                Di luar hujan masih mengguyur bumi dengan derasnya. Menemani tangisan Nala dan jeritan hatinya.
                Sachy telah pergi...

                                                                                                ***
               



Utang Cimol Part 15

di 01.14 0 komentar
“Tentu saja. Aku adalah wanita yang kamu cintai, Sachy.”

                
Hari ini berjalan seperti biasanya meskipun matahari tidak secerah hari-hari kemarin, tapi semua aktifitas tampak berjalan dengan normal. Jalan-jalan raya tetaplah padat dan kemacetan selalu menjadi pelengkap, anak-anak sekolah dengan seragam mereka masing-masing tampak bergegas menuju sekolah mereka, para pedagang di pinggiran jalan sibuk menawari dagangannya kepada orang-orang yang berjalan di trotoar dan masih banyak manusia-manusia lainnya yang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
                Tapi tetap saja sekian dari sejuta manusia diluar sana yang sedang sibuk menjalani hari mereka, ada beberapa manusia yang justru tidak tahu harus melakukan apa. Mereka bingung karena sebenarnya mereka tidak memiliki pekerjaan. Inilah yang dinamakan ‘Pengangguran Sejati’ dan Sachy, termasuk di dalamnya.
                Sachy mematikan televisi yang sedang ditontonnya, baginya acara di Televisi sama sekali tidak ada yang menarik. Sachy menghembuskan nafas kesal, dia dalam kondisi yang teramat boring sekarang. Sachy berjalan gontai menuju dapurnya, dan mengambil satu cangkir yang berada di rak lemari dapurnya. 5 menit kemudian Sachy keluar dari dapurnya dan kembali ke tempat duduknya semula, tentu saja dengan secangkir kopi buatannya yang masih dengan asap yang mengepul.
                Sachy menyeruput kopinya, kemudian dia membuang pandangannya ke jendela besar yang berada di belakang sofa yang sedang ia duduki. Terlihat jelas keramaian kota yang terbentang di bawah apartemennya yang setinggi 25 meter ini. Sachy mengamati hilir mudik kendaraan yang tidak ada habis-habisnya itu dan baru ia sadari betapa kotornya udara di jalanan. Asap-asap tebal berterbangan kesana-kemari, polusi yang mengandung racun terpaksa dihirup oleh orang-orang yang berada di kendaraan yang tidak memiliki kaca sebagai temeng seperti angkot, becak, bis, bis tuyul, bajaj, dll.
                Sachy kembali menyeruput secangkir kopi yang masih ia pegang, kini pikirannya teralihkan. Tiba-tiba saja kata-kata gadis itu kembali terngiang.

                “Tentu saja. Aku adalah wanita yang kamu cintai, Sachy.”

                Masih lekat di benak Sachy bahkan seperti masih jelas di depan mata Sachy bagaimana ekspresi gadis itu, tatapannya, dan kesungguhannya saat mengucapkan kata itu. Kata itu bak mantra yang membuat Sachy seperti kehilangan kesadarannya bahkan Sachy seperti tidak menginjak bumi saking terkejutnya ia. Sebenarnya ada perasaan yang menggelitik Sachy dan membuatnya penasaran. Tapi Sachy sendiri tidak tahu seperti apa jelasnya perasaan itu.
                Lalu tiba-tiba sebuah ide muncul di otaknya. Langsung saja tubuh Sachy menerima rangsangan itu sebagai sebuah perintah, secara reflek Sachypun menaruh cangkirnya, lalu berdiri, beranjak mengambil jaketnya, HP, dan kunci mobil.
                Tidak beberapa lama kemudian Sachypun siap melesat meninggalkan apartemennya.
                                                                                              
                                                                               ***
               
Mata Nala membulat melihat pemandangan yang sedang ada di depannya. Sebuah mobil sport putih bermerek Pagero terparkir dengan manis di depannya tetapi bukan mobil itu yang membuat Nala terkejut melainkan pengemudinya. Pengemudi yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam, dengan topi di atas kepalanya dan sebuah kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Pengemudi itu sedang berdiri di depan pintu mobilnya sembari menyilakan ke dua tangannya, tentu saja tidak ketinggalan : gaya sok cool.
           Kening Nala berkerut 3 lapis. Ia memandangi orang itu dan coba memastikan apakah ia benar-benar tidak salah lihat. Setelah dirasa bahwa memang ini kenyataan, tiba-tiba saja Nala tertawa. Tawanya itu pecah tanpa bisa ia kendalikan.
         “Apakah ada yang lucu?” Tanya pengemudi itu yang tidak lain adalah Sachy. Sachy benar-benar heran dengan tingkah Nala yang tertawa seolah-olah ia tertawa karena melihat badut Ancol.
     “Adaa!! Hahaha! Adaa!” Jawab Nala masih dengan tawanya, ia memegang perutnya yang mulai kesakitan karena tawanya di atas normal.
        Melihat Nala yang tidak berhenti tertawa, Sachy pun akhirnya diam. Dia merasa dirinya sudah dihinakan oleh Nala secara tidak langsung.
           Nala yang sadar bahwa Sachy mulai sebal, langsung berusaha menghentikan tawanya.
          “Kamu ngapain ada disini?” Tanya Nala setelah ia berusaha mati-matian menghentikan tawanya, tapi meskipun begitu Nala tetap saja keceplosan tertawa.
           “Ada sesuatu yang membuatku penasaran.” Jawab Sachy berusaha tidak mempedulikan tawa Nala.
            Nala memiringkan kepalanya, “Apa?” Tanyanya lagi.
             Sachy menatap Nala lurus, “Kalau benar aku mencintaimu, mengapa aku bisa melupakanmu?” Ujar Sachy dengan ekspresi datar. Nala langsung tersontak mendengarnya, tawanya langsung hilang seketika.
         “Hm..itu...itu...” Nala mendadak tidak bisa berkata. Dia kebingungan mencari jawabannya. Sachy yang melihat kebingungan di wajah Nala, menaruh tangannya di saku celananya sembari menghembuskan nafas.
             Nala melihat ada senyum sinis dari wajah Sachy, tapi ia juga tidak tahu harus melakukan apa.
            “Semua ini salahku.” Ucap Nala akhirnya. Nala menundukkan wajahnya, tiba-tiba saja ada air mata jatuh dari kelopak matanya. “Benar! Ini memang salahku. Jika saja waktu itu aku tidak melepaskanmu dan menerimamu..mungkin semua ini tidak akan terjadi.” Lanjut Nala lagi masih menunduk.
          Sachy yang sadar suasananya telah berubah, merasa tidak nyaman. “Sudahlah..” Tanpa Sachy sadari, ia merasa tidak suka melihat gadis itu menangis di depannya.
                                                                                               

                                                                                   ***
                Keesokan harinya..
                Sachy datang lagi ke tempat Nala. Masih dengan mobil yang sama, pakaian yang sama, dan juga gaya sok coolnya (berdiri di depan pintu mobil sembari menyilakan tangannya).
                Kali ini Nala melihat Sachy dengan perasaan sedikit takut, tidak ada sama sekali perasaan dirinya ingin tertawa. “Apa lagi yang membuatmu penasaran?” Tanya Nala sedikit gugup.
             Sachy yang melihat ketakutan yang jelas di mata Nala merasa sedikit bersalah atas kejadian kemarin. Ia berfikir mungkin tak seharusnya ia bertanya seperti itu. Sachy menurunkan tangannya dan menjawab, “Tidak ada.”
                Nala menatap tidak percaya, dan dengan tanpa suara Nala bertanya, “Lalu?”
                “Aku kesini ingin meminta bantuan padamu.” Ucap Sachy seolah tahu pertanyaan Nala barusan.
            “Bantuan?” Nala mengulang kembali ucapan Sachy. Nala tidak percaya bahwa Sachy meminta bantuan kepadanya.
                Sachy yang menangkap ketidak percayaan dari raut wajah Nala hanya bisa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, “Sebenarnya aku sedang sangaaattt bosan.” Ujar Sachy memulai memberitahukan alasannya. Sachy mengatakannya dengan pelan-pelan, Nala pun hanya bisa menunggu dengan diam.
               “Aku..” Sachy memijat hidungnya tanpa sebab, sebenarnya dia sedikit malu untuk mengatakannya. “Aku..ingin pergi ke suatu tempat. Apa kau tahu tempat yang bagus untuk ku datangi?” Ujar Sachy akhirnya memberitahukan alasannya yang sebenarnya. Sebenarnya Sachy tidak mempunyai pilihan lain selain Nala, alasanya karena yang dekat dengan ia adalah Tere dan Nala meskipun sebenarnya banyak orang yang ia kenal tapi dia merasa tidak bisa meminta bantuan kepada mereka, dan  lagian ingatannya belum kembali pulih dia takut dia malah merepotkan orang.
           Sachy selesai dengan ucapannya tapi Nala malah tampak mematung di tempatnya. Sachy sampai bingung melihat ekspresi Nala, dia takut dia membuat kesalahan lagi. “Nala, are you ok?” Tanya Sachy dengan kawatir.
             Sedetik kemudian Nala langsung tersadar. Dia menatap Sachy dengan tatapan berkaca-kaca. Susah baginya untuk mengeluarkan kata-kata jadi yang bisa ia lakukan adalah..mengangguk. Ya! Mengangguk itu tandanya mau.
          “Iya.. iya..ngangguknya sekali aja cukup kok.” Ujar Sachy lagi karena melihat Nala yang terus-terusan mengangguk. Sachy tidak tahu bahwa itu tandanya Nala mau banget dan lebih dari itu..Nala sangat bahagia.
                                                                                               
                                                                               ***

                Tujuan pertama Nala adalah Dunia Fantasy. Sebenarnya Nala sangat berharap semoga kencan tidak langsungnya ini bisa memberikan sedikit ingatan untuk Sachy. Tapi sayangnya sampai mereka mau pulang pun Sachy tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mengingat sesuatu.
              Nala pun memutarkan kembali otaknya, tiba-tiba Nala punya ide. Meskipun idenya ini menurutnya begitu nekat dan ekstrem baginya tapi apapun dia lakukan demi Sachy.
               “Sachy.. ayo kita naik tornado. Oya, abis itu kita naik Halilintar, Histeria, Kincir-kincir dan Kora-Kora” Ujar Nala mengajak Sachy.
              “Apa? Yakin kamu kuat?” Tanya Sachy tidak yakin bahwa Nala sanggup melakukan itu karena naik Bianglala aja Nala udah ketakutan. Sachy bisa lihat wajahnya pucat pasi saat BiangLala berada di paling atas.
           Di tanya seperti itu Nala akui diapun tidak yakin bahwa dia akan kuat, tapi lagi-lagi cinta itu memberikannya semangat, “Insya Allah.”
                                                                                               

                                                                                ***
        Dan inilah hasilnya.. “WOEK...WOEK...” Nala tidak bisa membendung dirinya lagi untuk mengeluarkan semua isi perutnya.
                “Nala..are you ok? ” Ujar Sachy kawatir. Sachy tidak tahu bahwa inilah yang Nala inginkan. Nala masih ingat bagaimana paniknya Sachy dulu bahkan Sachy sampai menggendong Nala. Nala berharap Sachy mengingat kenangan itu..sedikit saja.
              “Nala...kita ke dokter aja, ok?” Ujar Sachy lagi. Nala langsung menggeleng. Bukan pergi ke dokter tujuannya..
              “Sachy..apa kamu gak ingat sesuatu?” Tanya Nala dengan nada nya yang lemah.
    Sachy tampak terdiam. Wajahnya langsung berubah serius, sepertinya Sachy sedang memikirkan sesuatu.
Sambil menunggu..Nala berdoa semoga Sachy mengingatnya..
         “No! Aku tidak ingat apapun.” Ujar Sachy akhirnya. Nala langsung lemas seketika. Usahanya benar-benar tidak membuahkan hasil.
                “Kita pulang aja, ok? Ayuh aku bantu kamu berdiri..” Dan Sachy pun akhirnya membawa Nala pulang sambil membantunya berjalan.
                                                                                              
                                                                                ***
                “Nala serius kamu gak apa-apa?” Tanya Sachy sekali lagi saat mereka sudah sampai di depan rumah Nala.
                “Aku gak apa-apa.” Ujar Nala dengan kondisi yang sangat lemah. Nala menggigit bibirnya. Sebenarnya bukan mual ini yang membuatnya lemah tapi usahanya yang ingin membuat Sachy kembali mengingat semua kenangan indah mereka berdua ternyata tidak membuahkan hasil itulah yang membuat semangatnya hilang.
                “Thanks yah..udah anterin aku. Sampai jumpa lagi. Bye.” Dan Nala berpamitan sebelum ia membuka pintu mobil. Sachy memandangi Nala sekilas sebelum akhirnya Sachy melambaikan tangannya dan kembali menjalankan mobilnya.
                Tapi tiba-tiba saja...
                Mobil Sachy berjalan mundur. Nala yang saat itu hampir masuk ke dalam pagar rumahnya tiba-tiba ada yang menarik tangannya kemudian dengan sekedipan mata sebuah ciuman mendarat di keningnya.
                Susah untuk Nala mengerti kejadian yang baru saja ia alami karena tiba-tiba saja otaknya konslet. Nala mematung di tempatnya.
                “Maaf Nala.. tiba-tiba saja aku ingin melakukan itu. Maaf yah?” Sachy mengucapkan kata maaf pada Nala karena dia telah berbuat tidak sopan. Sachy tidak tahu kenapa dia tiba-tiba melakukan itu, seperti gerak reflek menurutnya.
                Nala memegang jidatnya, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini tidaklah mimpi.
                “Nala..kamu marah yah? Im sorry..” Ujar Sachy lagi dengan perasaan bersalah. Bukannya menjawab Nala justru malah memeluk Sachy. Membuat cowok itu terkejut tidak berkedip.
                                                                                             
                                                                            ***

                

Baca Juga Postingan Terbaru

 

Catatan Sakura Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates