Hari ini mentari tidak bersinar seperti biasanya. Awan kelabu memayungi bumi dan membisikkan hembusan angin yang membuat manusia merapatkan pakaiannya. Tidak akan lama lagi hujan akan turun, itulah yang dipikirkan sebagian manusia.
Semoga hujan tidak turun, dan itulah yang dipikirkan sebagian manusia lainnya termasuk..aku. Aku sangat berharap hujan tidak turun setidaknya tunggu setengah jam lagi sampai urusanku selesai.
“Tes!” Oh Sial! Tuhan tidak mengabulkan doaku karena rupanya hujan benar-benar turun dan langsung membasahi bajuku. Aku mencepatkan langkah kakiku, setidaknya jika doaku untuk hujan tidak turun tidak dikabulkan, aku berharap semoga aku bisa sampai ke tempat tujuanku dengan secepat-cepatnya.
“Huftt..” Dan akhirnya sampai juga aku ke tempat tujuanku. Kali ini Tuhan mengabulkan doaku karena aku dengan cepat menemukan rumah ini. Aku mengambil sebuah kertas dari saku celanaku untuk memastikan bahwa inilah rumah yang aku cari.
Aku tersenyum lebar saat aku tahu bahwa alamat dan rumah ini benar-benar cocok.
“Permisi...” Aku mengucapkan salam berharap sang pemilik rumah cepat keluar, karena semakin cepat bagiku semakin baik. Aku sudah hampir menggigil.
“Iya. Siapa ya?” Oh! Thanks God! Akhirnya si pemilik rumah keluar juga, dengan cepat lagi.
“Permisi..apakah benar ini rumahnya Bu Sabrina?” Tanyaku untuk memastikan, sekali lagi.
“Iya..” Jawab seorang wanita yang berdiri di depan pintu. Yes! Aku tersenyum lebar.
“Apa Bu Sabrinanya ada?” Tanyaku dengan tak sabar.
“Hm..Bu Sabrinanya lagi keluar kota. Anda siapa ya?” Gubrak! Senyum di bibirku langsung hilang entah kemana. Ternyata wanita ini bukan Bu Sabrina yang aku cari.
“Aku...mau menyampaikan sebuah pesan untuk Bu Sabrina.” Jawabku dengan lemas karena entah kenapa tiba-tiba aku kehilangan tenaga.
“Oh..” Wanita itu langsung mengerti. “Mau nitip pesan? Nanti saya sampaikan jika Bu Sabrina nya pulang..” Ujar wanita itu menawarkan.
“Tidak usah!.” Sebenarnya aku ingin sekali menitipkan pesan ini pada wanita itu karena berarti aku sudah tidak perlu datang ke tempat ini lagi. Tapi..sudah menjadi kewajibanku untuk menyampaikan pesan kepada orang yang bersangkutan.
“Oh ya udah kalau gitu. Apa masih ada yang mau disampaikan lagi?” Tanya wanita itu.
Aku menggeleng lemas, “Tidak.” Wanita itu langsung masuk ke dalam rumah, “Eh Tunggu!” Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan memanggil wanita itu lagi.
“Apa?”
“Hmm..kalau boleh tahu, kapan ya Bu Sabrina akan pulang?” Aku berharap..semogaa besok..besok..besok..
“Gak tahu. Udah yah? Saya masih banyak kerjaan.” Dan aku benar-benar lemas sekarang. Jika jawabannya ‘gak tahu’ itu berarti kapan wanita bernama Sabrina itu pulang tidak diketahui dan itu tandanya..aku harus ke tempat ini setiap hari.
“Argttt!” Aku mengacak-ngacak rambutku. Stress berat!
Aku hanya bisa pasrah. Abis mau gimana lagi..inilah pekerjaanku sebagai ‘Tukang Penyampai Pesan’
***
Aku tidak pernah berfikir sebelumnya bahwa aku akan menjalani profesi ini. Menjadi seseorang yang harus menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada orang yang bersangkutan dengan berbagai rintangan yang menghadang, panas, hujan, macet, tersesat, haus, lapar, bahkan sebagai sasaran empuk sebuah bogem alias pukulan.
Tapi sekali lagi..aku hanya bisa pasrah karena hanya cara inilah yang bisa aku lakukan saat ini. Well, mau tidak mau itulah yang harus aku alami.
Semua ini aku lakukan tidak lain karena seseorang yang aku...cintai.
“Rasty!!” Aku memanggil seorang gadis yang berdiri tidak jauh dariku.Gadis itu menoleh ke arahku. Gadis yang akhir-akhir ini jarang tersenyum padaku, gadis yang menjaga jarak denganku, dan gadis yang sangat aku cintai..
“Kamu? Ngapain disini?” Tanyanya dengan raut wajah kesal. Benar-benar sebuah penyambutan yang luar biasa bagiku. Aku relakan menunggunya berjam-jam, memaksakan kakiku untuk tegak berdiri padahal rasanya lututku hampir saja terlepas, dan membiarkan panas matahari memanggang kulitku dan membuat keringat membanjiri tubuhku tapi hanya sekedar sebuah senyuman kecil saja tidak diberikannya padaku.
“Aku...” Sudahlah, bagiku ini hanyalah sebuah pengorbanan. Ya! Pengorbanan cintaku. “Bawa ini buat kamu!!.” Aku mengangkat sebuah plastik berisi mie ayam yang sengaja aku beli karena aku tahu dia sangat menyukai makanan ini.
Rasty hanya menatapku tanpa ekspresi. Butuh waktu 5 menit untuknya bisa tersenyum. Senyum terpaksa lebih tepatnya.
“Besok lagi..kalau mau kesini bilang dulu, oke?” Ucapnya di sela-sela makanannya. Aku mengamatinya yang sedang memakan mie ayam itu tanpa semangat tapi..meskipun begitu aku tetap senang! Setidaknya dia mau memakannya dan tidak membuangnya.
“Oke!.” Jawabku sambil tersenyum.
***
Aku dan Rasty sudah berpacaran hampir 5 tahun. Dimulai dari kami masih duduk di bangku SMA. Dia adalah cinta pertamaku. Dulu saat kami berpacaran, kami tak ubahnya seperti Romeo dan Juliet. Bahkan kisah cinta kami menjadi sebuah kisah cinta yang melegenda di tempat sekolah kami karena kami benar-benar menunjukkan kekuatan cinta kami yang begitu besar.
Rasty dikenal sebagai primodana sekolah dan aku...biasa-biasa aja. Banyak cobaan datang menguji cinta kami, tapi pada akhirnya kesetiaan kamilah yang menang.
Waktu semakin berlalu dan aku tidak pernah bosan mencintainya. Namun nampaknya apa yang aku rasakan tidak di rasakan juga oleh Rasty. Tepatnya 6 bulan yang lalu dia mulai menunjukkan perubahannya padaku.
Dia jadi jarang menemuiku, bahkan untuk sekedar sms iseng padaku pun dia tidak pernah melakukannya. Dia juga sering menolak untuk aku temui, seperti menghindar dariku. Dan.. dia jarang tersenyum padaku. Entah kenapa itu...
Aku mencoba mencari tahu dimana letak kesalahanku. Tapi kesalahan yang aku temukan adalah aku belum mendapatkan pekerjaan.
Rasty pernah mengatakan padaku bahwa jika aku tidak mendapatkan pekerjaan alias menjadi pengangguran terus-terusan maka dia akan meninggalkanku.
Seperti tersambar petir di siang bolong, aku langsung ketakutan setengah mati. Pada detik itu jugalah aku langsung mencari pekerjaan, apa saja. Bukan untuk mendapatkan uang tapi hanya karena aku takut ditinggalkan oleh Rasty. Itu saja.
Seperti mencari jarum di tengah lautan, itulah pepatah yang pantas untukku. Aku tidak mempunyai keahlian apa-apa. Tiap pekerjaan yang aku lakukan selalu salah, salah, dan salah.
Saat itulah aku baru menyadari bahwa selama ini aku hanya menghabiskan hidupku untuk mencintai gadis bernama Rasty. Tidak ada angan-angan, cita-cita, tujuan, yang aku lakukan hanya mencintai gadis itu, besok, besok, dan seterusnya.
Sungguh menyedihkan bukan diriku? Dan aku jadi tahu apa itu yang dinamakan orang sebagai ‘cinta buta’.
Lalu di siang itu, saat aku berjalan menyusuri trotoar, merenungkan nasibku yang lagi-lagi gagal mendapatkan pekerjaan, tiba-tiba munculah seorang gadis berseragam abu-abu yang langsung menarik tanganku.
Setengah kaget dan bingung karena aku tidak pernah mengenali gadis itu, aku hanya bisa bengong. Gadis itu menatapku dengan mata yang berkaca-kaca, dia seperti hendak memohon padaku..
“Mas, tolong bantu aku mas? Aku mohon banget.. aku gak tahu lagi harus minta tolong ama siapa, aku mohon mas..bantu aku.” Ujar gadis itu dengan wajah yang sangat mengenaskan, sedih, takut, bingung, stress itulah yang bisa aku lihat dari pancaran wajahnya.
Aku hanya menatapnya tanpa berkedip, Aku bisa bantu apa? Sedangkan membantu diriku saja aku susah...Ada bisikan dari suara hatiku.
“Mas..”Gadis itu berkata lagi, menyadarkanku kembali dari keterpakuan, “Mas lihat orang itu?” Gadis itu menunjukkan seseorang kepadaku.
Dia menunjukkan padaku seorang laki-laki paruh baya yang ber-jas, sedang mencari-cari seseorang di depan mobil mewahnya.
“Iya, aku lihat.” Ujarku mengiyakan. Gadis itu langsung memegang tanganku, kali ini dengan wajah yang benar-benar kasihan, “Mas..tolong bantu aku. Aku gak berani ngomong ke dia langsung, tolong sampaikan padanya..aku gak mau ketemu dia lagi. Aku bukan gadis gampangan seperti dulu. Aku sudah berubah.” Gadis itu kini sudah menitikkan air matanya.
Entah dorongan dari mana, tiba-tiba aku merasa kasihan pada gadis ini. Aku tahu..gadis ini adalah korban dari kejahatan laki-laki belang yang suka mengelabui gadis-gadis polos dengan uang mereka. Mereka suka mengimingi-imingi gadis tanpa dosa ini dengan rayuan palsu. Setelah mereka puas, mereka langsung meninggalkannya begitu saja seperti seorang yang memakan permen karet, setelah dia puas mengunyahnya dia langsung membuangnya begitu saja.
“Siapa namamu?” Tanyaku pada gadis ini.
“Mira.” Jawab gadis itu. Aku memegang pundak gadis itu dan tanpa kata seolah aku mengatakan padanya, dia tidak perlu khawatir lagi dan semua akan berjalan baik-baik saja.
Lalu kaki akupun mulai melangkah menuju ke tempat laki-laki tua yang tampak mulai kesal karena orang yang dicarinya tak kunjung ia temukan.
“Anda mencari seorang gadis bernama Mira?” Tanyaku langsung padanya. Laki-laki tua itu tampak terkejut karena aku tahu apa yang dipikirkan orang itu.
“Kok anda tahu? Anda.. siapa?” Tanya laki-laki itu menatapku dengan tatapan tajam.
“Namaku Arya.” Jawabku jujur.
“Kamu siapanya Mira? Kamu tahu dimana Mira sekarang?” Tanya laki-laki itu lagi.
“Aku bukan siapa-siapanya. Aku tahu dimana Mira sekarang. Tapi..Mira menyampaikan pesan buat anda, katanya dia tidak mau anda menemuinya lagi. Dia bukan gadis gampangan yang bisa anda bawa kemana anda suka. Mira sudah berubah.” Ujarku menyampaikan pesan dari Mira. Laki-laki itu tampak terkejut mendengarnya. Lalu sedetik kemudian, wajahnya berubah menjadi geram. Dia lalu mencengkram kerah bajuku.
“Kamu jangan ngomong sembarangan yah? Saya tidak percaya dengan ucapanmu. Mira tidak mungkin mengatakan hal seperti itu. Saya tahu Mira seperti apa. Dia pasti hanya sedang sok menjual mahal dengan saya.” Ujar laki-laki itu marah.
Aku melepaskan cengkraman laki-laki itu, “Terserah jika anda tidak percaya. Aku hanya menyampaikan pesan saja dari Mira. Dan sekarang aku ingin menyampaikan pesan kepada anda, tolong jangan lakukan hal memalukan seperti ini. Anda seharusnya tahu malu, tidak pantas orang memakai pakaian yang bagus seperti anda ternyata menyimpan kebusukan di hati anda. Kasihan gadis-gadis polos itu, mereka punya cita-cita dan masa depan tapi semua itu dihancurkan begitu saja oleh laki-laki tua yang tidak tahu diri. Sungguh sangat keterlaluan..”Aku mengatakan itu reflek keluar dari mulutku. Wajah laki-laki itu berubah menjadi merah, dia benar-benar marah dengan ucapanku.
Hal yang terjadi selanjutnya dia menarik kerahku dan hampir memukulku kalau tidak saja ada seorang satpam yang meniupkan peluitnya mengkagetkan aku dan juga laki-laki itu.
“Jangan membuat keributan di tempat umum. Ini di depan sekolah. Kalian mau saya laporkan polisi?” Ujar satpam itu marah. Akhirnya laki-laki tua itu pun hanya bisa mengepalkan tangannya dan memandangku dengan tatapan seperti ingin membunuhku. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja.
***
“Makasih yah?” Mira langsung mendekatiku saat laki-laki tua itu sudah pergi. Dia menatapku dengan ekspresi kawatir. “Mas..gak apa-apa kan?” Tanyanya cemas.
Aku menggeleng sambil tersenyum. “Aku gak apa-apa.” Setelah itu aku memutuskan untuk pergi, melanjutkan kembali perjalananku. Tapi belum ada beberapa langkah, Mira memanggilku lagi, “Mas..” Aku menoleh dan aku melihat dia sedang berlari ke arahku.
“Aku tahu ini gak banyak. Tapi aku berharap mas mau menerimanya.” Ujarnya sambil menyodorkan beberapa lembar uang 10 ribu kepadaku. Melihat uang itu, aku langsung menolaknya. “Gak. Gak usah. Aku ngelakuin ini ikhlas kok.” Ujarku benar-benar jujur.
Tapi Mira memaksanya bahkan dia mengambil tanganku dan meletakkan uang itu di telapak tanganku. “Terimalah. Aku tahu kamu gak ngeharapin ini tapi aku benar-benar ikhlas kok.” Ujarnya sungguh-sungguh. “Mulai besok, aku akan ninggalin tempat ini. Aku berharap gak akan pernah lihat tempat ini lagi. Aku ingin menghapus semua ingatan masa suramku. Aku ingin menemukan cahaya baru.” Lanjutnya lagi dengan tatapan yang berbeda dengan tatapan saat pertama kali aku melihatnya. Kini tatapannya penuh dengan harapan. Ya! Aku dapat melihatnya, gadis itu kini memiliki harapan dan harapan itu adalah semangatnya untuk memulai kembali lembaran hidupnya.
Mira pun tersenyum padaku. Senyum yang aku tahu itu senyum kebahagian. Aku sampai terpaku di tempatku. Bahkan saat dia berbalik dan pergi meninggalkanku aku masih berada di posisiku. Aku benar-benar terpaku.
***
Entah kenapa aku merasa bahagia. Entah karena aku bisa membantu orang lain atau karena aku menemukan sebuah ide di otakku yang sudah buntu ini. Ya! Aku jadi ingin melakukannya lagi. Menolong orang lain dengan cara menyampaikan pesannya..
Aku baru menyadari bahwa di dunia ada banyak orang yang tidak bisa menyampaikan pesannya, entah karena dia takut untuk mengatakannya langsung, atau karena dia malas, gak mau bertemu orang itu secara langsung. Well, intinya sesampainya aku dirumah aku langsung mengambil laptopku dan mulai mengetik sesuatu.
Bagi anda yang mempunyai masalah karena tidak bisa menyampaikan pesan anda secara langsung kepada orang yang anda tuju, jangan bingung-bingung! Hubungi nomor ini 089107245690, Dijamin masalah anda langsung hilang! Semua pesan anda bisa tersampaikan dengan benar, jelas, dan langsung kepada orang yang bersangkutan.
Dan tulisan itulah yang akhirnya membuatku berjalan sampai sini.
“Kamar 309.” Aku tersenyum. Akhirnya aku sudah menemukan alamatnya tinggal menekan belnya dan sampaikan pesannya, tugasku hari ini selesai.
***
Aku memegangi sebelah pipiku yang rasa berdenyit-denyit itu kadang masih muncul. Hari ini aku menyampaikan pesan kepada seorang untuk membayarkan utangnya. Tapi aku sadar saat aku melihat orang itu.. sepertinya nasib baik tidak akan menyertaiku. Karena orang itu rupanya seorang preman yang bertubuh besar dan berotot banyak. Aku sempat menelan ludahku sebelum akhirnya mau gak mau mengatakan pesan itu.
Dan rupanya benar! Ada bogem mentah yang harus aku bawa pulang setelah menyampaikan pesan itu.
Tapi sekarang rasanya semua itu sudah tidak ada artinya karena aku akhirnya bisa membeli sebuah cincin. Ya! Disinilah aku berada sekarang, di sebuah restaurant, dengan memakai pakaian jas yang aku sewa dari temanku, seikat bunga mawar, dan sebuah kotak cincin yang aku genggam. Malam ini juga aku akan melamar Rasty..
Aku tersenyum puas. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk melakukannya meskipun aku tahu jantungku dari tadi berdegup dengan kencang. Aku grogi setengah mati. Rasanya ini lebih menegangkan dibanding menyampaikan pesan kepada orang tadi.
“Trrtt..Trttt..” Tiba-tiba ada getaran dari ponselku. Aku mengambilnya dan aku melihat nama ‘My Love’ muncul di layar.
“Halo.. Iya Rasty?..apa? Kamu gak bisa dateng? Kenapa?..Urusan? Urusan apa?.tapi...halo..halo...” Aku mengakhiri pembicaraanku dengan ‘My Love’ yang tidak ada 5 menit itu. Aku memandangi layar ponselku yang kini sudah gelap, sama seperti hatiku.
Aku benar-benar terpaku di tempatku. Tiba-tiba saja rasa berdenyit-denyit itu muncul lagi tapi bukan di sebelah pipiku melainkan di dalam dadaku, hatiku.
Butuh waktu lama untukku bisa berdiri dari tempat dudukku. Sudah 2 jam aku menunggu, dan itu sudah cukup meyakinkanku bahwa Rasty benar-benar tidak akan datang. Aku menyerah...
“Arya!” Tiba-tiba ada seseorang memanggilku. Aku mematung di tempatku, bukan karena aku tidak mau melihat siapa orang yang memanggilku tapi karena aku sudah melihat terlebih dahulu orang itu sebelum akhirnya dia memanggilku dan menyadari keberadaanku.
“Rasty...” Ya! Aku melihat Rasty. Dia akhirnya datang..tapi sayangnya tidak sendiri. Dia sedang bersama seorang laki-laki yang entah kenapa saat aku melihatnya dadaku langsung sesak dan membuatku sulit bernafas.
“Kok..kamu masih ada disini?” Tanya Rasty dengan ekspresi keterkejutan yang luar biasa. Aku memandangi Rasty yang saat itu berpakaian gaun indah dan sangat cantik dengan tatapan nanar. Apakah Rasty..? Tidak! Aku tidak mau berfikiran yang bukan-bukan.
“Kalian berdua teman kerja kan? Pasti kalian kesini mau meeting kan? Anggap aja..kita gak pernah bertemu. Silahkan lanjutkan urusan kalian, aku mau pulang dulu.” Ucapku yang saat itu aku merasa aku benar-benar bodoh. Tapi mau gimana lagi..itulah yang aku yakini. Aku yakin Rasty masih mencintaiku, dia tidak akan tega mengkhiyanatiku.
***
Sejak kejadian itu aku merasa aku harus lebih giat bekerja. Meskipun aku akui aku sempat nge-drop dan patah semangat tapi aku harus bangkit!. Aku tidak mau membiarkan Rasty pergi meninggalkanku.
Dan aku mulai membuka lagi laptopku dan mengecek pesan masuk. Ada sekitar 6 orang meminta jasaku. Aku mengecek satu-persatu pesan itu. Saat aku membaca pesan itu satu-satu aku tahu ada satu pesan yang sangat sulit aku sampaikan. Rasanya aku tidak sanggup menyampaikannya.
Tapi .. mau gimana lagi, sudah kewajibanku untuk menyampaikan pesan itu, sesulit apapun. Akhirnya aku memutuskan untuk mengatakannya sekarang juga.
Aku langsung berlari, aku tidak peduli meskipun hari telah larut, aku tidak peduli jika tiba-tiba hujan mengguyur dengan deras, aku tidak peduli. Aku harus sampaikan pesan ini sekarang juga. Karena ini pesan yang sangat penting..
Langkah kakiku berhenti tepat di depan sebuah caffe. Tidak sulit untukku menemukan caffe ini karena caffe ini adalah caffe yang sangat aku kenal.
Aku hanya bisa memandangi caffe itu dari luar tepatnya di balik sebuah kaca. Aku tidak berniat untuk memasukinya.Sebenarnya tidak ada orang yang aku tuju berada di dalam tempat itu..karena aku lah orang itu. Ya! Pesan itu disampaikan kepadaku untuk diriku sendiri.
“Pesan untukku sendiri...” Aku menatap bayanganku yang muncul di balik kaca itu sambil menyampaikan isi pesan seseorang untukku, “Pacarmu ingin putus denganmu. Karena dia merasa dia sudah tidak mencintaimu lagi. Dia ingin berpisah denganmu karena sebenarnya dia sudah menemukan orang yang lebih baik darimu, yang bisa mengerti dia dan menuruti semua keinginannya. Pacarmu juga mengatakan untukmu agar kau bisa menemukan penggantinya dan mendoakanmu semoga kau bahagia.” Ada tetesan sejuk mengalir di pipiku. Meskipun ini begitu sangat menyakitkan tapi aku merasa lega karena tugasku sudah selesai. Akhirnya pekerjaan yang melelahkan dan menyakitkan ini berakhir juga..
Aku menatap diriku di balik kaca itu sambil memandangi gadis yang sedang tersenyum kepada pengunjung caffe itu untuk yang terakhir kalinya..Aku sudah tidak bisa mencintainya lagi, aku sudah tidak bisa mempertahankannya lagi.. aku sudah tidak bisa bersamanya lagi dan perpisahan itulah yang menjadi kenyataan untukku..aku harus menerimanya..
“Kamu pasti bisa Arya! Kamu pasti bisa lalui ini semua..” Ada isakan yang sulit aku bendung. Tuhan..ini benar-benar sakit.
Saat itu hujan menjadi saksi atas kesedihanku,rasa sakit ini, dan..kesadaranku bahwa seberapa kuat kita menahan cinta, jika cinta sudah saatnya pergi maka tidak ada yang bisa kita lakukan selain melepas cinta itu..karena cinta itu ada waktunya..ada waktunya dia datang dan ada waktunya dia pergi...
“Terimakasih Rasty. Pesanmu sudah aku sampaikan.” Dan ucapan itulah yang menjadi ucapan terakhir untukku sebelum akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Pulang ke rumah ku dan tidak akan kembali untuk selamanya...
***
Tolong sampaikan pesan untuk Arya Dwi Putra yang tinggal di Alamat : Jalan Mawar Indah No 201 Jakarta Selatan
Pesan dari Rasty (Pacarnya) : “Arya.. aku ingin kita putus. Karena aku merasa sudah tidak ada lagi alasan kita masih bersama. Aku sudah tidak mencintaimu lagi, sebenarnya rasa itu sudah hilang dari dulu tapi aku tidak berani mengatakannya padamu. Arya.. sebenarnya laki-laki yang kamu lihat malam itu, adalah pacarku. Kita sudah berpacaran selama 3 bulan. Maafkan aku yang menyembunyikan kenyataan ini, tapi ini semua lagi-lagi karena aku tidak berani mengatakannya padamu.
Arya..mungkin ini begitu sangat menyakitkan untukmu tapi akan lebih menyakitkan lagi kalau kamu masih tidak tahu kenyataan ini. Maafkan aku.. aku berharap kamu bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik dari aku. Biarlah cerita cinta kita hanya menjadi sepenggal kenangan manis yang diingat sebelum mati. Aku berdoa semoga kamu bahagia.Dan yang terakhir.. terimakasih buat semuanya. Aku tidak akan melupakannya Arya..
Selamat Tinggal..
0 komentar on "Tukang Penyampai Pesan"
Posting Komentar